Oleh : Eka
Yulianti
Angkatan : 2017
No : 01100462347
[[ Disclaimer! : a full fiction; the characters and the
setting of the place and time of the incident are written by the author and
aren’t directly related to the real characters in real life X.X]]
[chapter 1 : INVENTION]
Sabtu,
240620
20:35
[Di
ruang tengah]
Malam
yang panjang dihabiskan oleh tujuh pemuda yang tinggal bersama dalam satu atap,
mereka memutuskan tidak pergi keluar dan menghabiskan malam dengan melakukan
kegiatannya masing-masing didalam rumah. Berbagai macam kegiatan terlihat
disana, dimulai dari bermain game bersama, mengerjakan tugas, membaca buku dan
juga memasak.
Anas
memberi jeda break dalam aktivitas bermain mobile game bersama teman-temannya,
ia bangkit dari posisi tidurnya bergegas pergi menuju kamar mandi untuk membuang
hajatnya, dalam perjalanannya menuju toilet Anas bertemu dengan Zuhdan di
lorong yang gelap. Karena minimnya pencahayaan dan juga terburu-buru untuk
membuang hajat Anas tidak menggubris kehadiran Zuhdan yang sekilas tampak
membawa benda ditangan kirinya dan samar-samar terlihat sedikit bercak noda
darah pada baju dan tangannya. Tanpa rasa ingin tahu yang lebih dalam lagi atas
apa yang dilihatnya Anas segera pergi menuju kamar mandi dengan mengabaikan
segala hal yang dia lihat pada sosok Zuhdan.
Sesampainya
Anas di kamar mandi, ruangan berdiameter (redacted) itu ternyata terkunci, Anas
berfikir bahwa kamar mandi tersebut sedang digunakan oleh salah satu temannya,
Setelah menunggu lama dan tak kunjung mendapat jawaban dari dalam toilet, Anas
memutuskan ingin mendobrak pintu kamar mandi secara paksa. Anas melihat
sekelilingnya mencari benda yang dapat digunakan untuk merusak pintu kamar
mandi. kemudian Anas pergi menuju lorong tempat ia bertemu Zuhdan sebelumnya
dengan tujuan ingin meminta bantuan dari Zuhdan atau sekedar meminjam benda
yang berada ditangannya tadi, dan ternyata lorong tersebut sudah kosong tak ada
jejak Zuhdan di dekatnya, Anas kembali ke kamar mandi dengan tekad akan mendobrak
pintu dengan tangan kosong, bermodal postur tubuh yang besar dan gagah Anas
berhasil mendobrak pintu kamar mandi tersebut.
Pintu
akhirnya terbuka, Anas dikejutkan oleh
pemandangan didepan matanya. Jadid, teman se-fakultasnya
sedang terbaring mengenaskan dilantai kamar mandi dengan keadaan bersimbah darah
menghadap lantai kamar mandi, tanpa perlu melihat wajahnya Anas sangat yakin
bahwa sosok itu adalah Jadid yang memakai kaos jersey chealsea tim sepak bola
kesayangannya. Panik menyerang Anas saat
melihat pipa tergeletak dipinggir tubuh Jadid yang terbaring
bisu dilantai, rasa
takut dan gelisah menjadi satu didalam
diri Anas, tubuh anas bergetar karena jantung yang berdetak
diluar normal, adrenalin yang meningkat membuat tubuh Anas berkeringat dingin dan kesulitan
mengambil nafas, terasa
sesak dan engap berada didalam kamar mandi berukuran sedang tersebut.
Anas
segera keluar dari kamar mandi menghirup udara sebanyak-banyaknya. Berusaha
keras menenangkan dirinya yang syok, sesaat
ingatannya kembali saat ia bertemu seseorang sebelum sampai disini, kemudian selanjutnya ia berlari kencang mencari seseorang
tersebut yang ia yakini adalah Zuhdan, ia mengelilingi tiap sudut ruangan
dengan teriakan panik memanggil-manggil nama Zuhdan. Peluh menetes dari dahi Anas
yang semakin putus asa karena tidak dapat menemukan Zuhdan, dalam pikirannya, Zuhdan
satu-satunya orang yang dapat ia tanyakan atas apa yang sebenarnya terjadi pada
jadid karena lorong tempatnya bertemu dengan Zuhdan adalah lorong yang
menghubungkan segala rungan menuju ruangan toilet, barangkali Zuhdan mengetahui
kejadian yang sesungguhnya.
Anas
berhenti sejenak mengambil nafas, mangatur detak jantungnya yang berdetak
semakin tak ber-irama karena berlari kencang, kemudian pandangan anas jatuh
kepada sosok bayangan yang berjalan keluar dari ruangan dipojok kanan, ia tahu
bahwa ruangan itu adalah kamar milik Malik tapi perawakan sosok tersebut tidak terlihat
seperti Malik yang ia kenal, sosok tersebut memiliki postur tubuh yang lebih
kecil dan atletis, karena jarak yang jauh dari posisi tempatnya berdiri Anas
segera kembali berlari mengejar sosok tersebut.
Anas
sudah berlari melewati dua ruangan lainnya yang telah dijadikan kamar oleh
teman-temannya, namun sosok tersebut menghilang begitu saja, tak ada jejak yang
ditinggalkan sosok tersebut membuat Anas menyerah mengikutinya. Langkah kaki
Anas akhirnya berhenti tepat didepan ruangan yang mengeluarkan aroma harum
masakan yang lezat, ia berhati-hati mengintip kedalam untuk mengetahui siapa
orang yang sedang menhidangkan makanan.
“Anas?
Lagi ngapain disini?” tanya seseorang dari balik gorden tempatnya mengintip, Anas
pun terkejut mendengar namanya disebut, setelah yakin bahwa ia ketahuan sedang
mengintip Anas memutuskan melangkah masuk kedalam ruangan. Anas melihat sosok
didepannya memakai kaos berwarna putih dengan beberapa noda bercak darah yang
terlihat baru serta tangannya yang memegang sepotong pipa membuat langkah kaki
Anas terhenti dan takut untuk mendekat, gugup menguasai anas saat ia ingin
menanyakan banyak hal kepada seseorang di hadapannya menjadikannya hanya
mengeluarkan satu kalimat yang terbesit di kepalanya.
Dengan
cepat Anas bertanya “Zuhdan lo abis ngapain?”
***
15:45
(Beberapa jam sebelum kejadian)
[Di
kamar Jadid]
“MAKSUD
LO APA DID? LO TEGA NYEMBUNYIIN JOURNAL GUA DI HARI DEADLINE TUGAS GUA?” bentak
seseorang pada Jadid yang berdiri disamping lemari sambil memegang journal
ditangannya, “bukan gitu maksud gue, tolong dengerin gue dulu” ucap Jadid
memelas meminta temannya untuk tenang dan memberikannya kesempatan untuk menjelaskan
terlebih dahulu.
“HALAH,
BUKTI UDAH JELAS KALO INI JOURNAL ADA DI LEMARI LO, MAU ALESAN APA LAGI?
GARA-GARA LO GUA JADI DI KELUARIN DARI ORGANISASI”
Jadid
terdiam
“gue
tau lo sakit hati karena ga diterima di organisasi, tapi bukan berarti lo bisa
menggagalkan gue juga dong, kita udah sepakat buat bersaing secara sehat tapi
kenapa lo main kotor begini?”
BRAAAKKKKK,
suara pintu yang dibanting keras oleh temannya menyadarkan jadid yang diam termangu
disudut kamarnya, Jadid membenarkan sebagian yang dikatakan temannya itu dan
sebagian lainnya tidak, tapi ia tidak punya kesempatan untuk menjelaskan kepada
temannya yang sedang dipenuhi emosi dan juga bukti yang kuat mengarah pada
dirinya.
[chapter 2 : ACCUSED ]
21:02
[Di
kamar mandi]
“JADID?
WOIII TOLONGGG!! TOLONGIN GUA INI JADID KENAPA??” Lutfi berteriak dari dalam
toilet begitu mendapati temannya sudah tak bernyawa, karena panik ia terus
berteriak memanggil-manggil temannya untuk datang menolongnya. Satu-persatu
temannya tersebut datang menghampiri disusul Anas dan Malik kemudian yang
datang terakhir, semua menanyakan apa yang terjadi pada Lutfi dan terkejut
melihat sosok Jadid yang sudah terbaring dengan darah di sekujur tubuhnya yang
membanjiri lantai kamar mandi.
“LAPOR
POLISII WOI! CEPETTT!!, JADID DIBUNUH, JA..”
“KOK
LO BISA AMBIL KESIMPULAN DIA DIBUNUH SIH?” Hazem menyela perkataan Lutfi
“TERUS
APA? DIA GA KELIATAN KAYA ORANG YANG JATOH DI KAMAR MANDI ! INI JELAS DIA
DIPUKULIN BODOH! Balas Lutfi
“AYO
KITA LAPOR POLISI” Fajar buru-buru meraih ponselnya dari dalam sakunya
“JANGAN!
Polisi ga akan nerima kasus ini sebagai pembunuhan, karna gada bukti dia
dibunuh, polisi ga mau ambil pusing memperpanjang penyelidikan buat kita-kita
yang minoritas disini, jadi lebih baik kita cari sendiri pembunuhnya baru kita
serahin ke polisi lengkap dengan bukti yang kuat, lagipula pembunuhnya pasti
salah satu dari kita kan? Karna daritadi ga ada yang masuk atau keluar dari
rumah ini” Malik akhirnya berpendapat setelah hanya diam mengamati sejak dari
tadi.
Semua
diam mendengarkan dan menyetujui ide yang diberikan Malik karena ingin
mengetahui siapa diantara mereka yang tega membunuh Jadid dan ingin memberikan
hukuman yang seadil-adilnya kepadanya.
“oke
kita cari pembunuhnya sekarang” Fajar menutup diskusi.
***
“Zuhdan
sekarang lo ngaku sama gue, lo kan yang bunuh Jadid?” Anas menarik Zuhdan
secara paksa membawanya pergi dari kerumunan temannya. Kecuali Anas dan Zuhdan,
semuanya berkumpul bergotong-royong merapikan dan membersihkan tempat kejadian
perkara serta memindahkan jasad Jadid ke tempat yang lebih baik untuk
sementara.
“maksud
lo apa?, lo nuduh gue?”
“gue
liat sendiri buktinya kaos lo pernuh darah dan tangan lo pegang pipa waktu gue
ketemu lo?”
“lo
tau darimana kalo pipa itu jadi barang bukti? Bukannya tadi ga ada barang bukti
apa-apa disana? Atau jangan-jangan barang bukti nya udah lo sembunyiin? Huh?” Zuhdan
membalik curiga kepada Anas karena membahas barang bukti yang tidak dia lihat
di dalam kamar mandi dan mengaitkannya dengan pipa yang dia bawa.
“kok
lo sekarang jadi curiga ke gue? Gue cuma nanya karena jelas keadaan lo yang paling
mencurigakan sekarang!”
Zuhdan
tersenyum mendengar lawan bicaranya yang terpancing oleh kalimatnya yang
sebenarnya asal bicara saja, “yaudah lo lapor polisi aja sekarang dan bilang
kalau gue pembunuhnya, lagipula apa untungnya buat gue kalau bunuh jadid? Dia
hidup atau engga ga ada pengaruhnya buat gue dan buat lo! So what? Kenapa lo
repot-repot nyari pembunuhnya?” Zuhdan tertawa kecil mengakhiri kalimatnya.
“SIALAN!
DIA ITU TEMEN KITA!! Gue bisa aduin lo dengan pengakuan dari mulut sampah lo
sekarang!!”
“then
what? Gue bisa aduin lo balik atas dasar pemberitahuan pengakuan palsu tentang
memfitnah dengan tujuan menyerang nama baik seseorang kalo ternyata gue
terbukti ga bersalah”
“FU*CKK!!”
anas mengepalkan tangannya menahan emosi yang memuncak melihat teman di
hadapannya santai menjawab dan bahkan sesekali tersenyum mengejek kepadanya.
“gimana
kalo lo yang ngaku sekarang? Gue tau barang buktinya ada ditangan lo kan?
polisi bakal lebih mudah menjadikan lo tersangka karena ada sidik jari lo
disana” kali ini Zuhdan benar-benar tersenyum lebar kepada Anas, senyum yang
semakin membuat Anas sangat marah karena merasa dituduh oleh orang yang justru
ingin ia selamatkan.
Anas
kembali ke kamar mandi dan menyembunyikan barang bukti berupa pipa disana
setelah menemui Zuhdan didapur. Karena ia melihat Zuhdan yang memegang benda
tersebut dan yakin bahwa bukan zuhdan pelakunya, Anas hanya takut Zuhdan
menjadi tersangka yang paling besar dicurigai oleh teman-temannya jika mereka
menemukan barang bukti tersebut.
Zuhdan
yang dikenal sebagai sosok yang sangat pendiam dan jarang bergaul akan membuat
teman-temannya berfikir bahwa zuhdan menyimpan banyak pikiran dan rahasia dalam
diamnya. Tidak ada yang mengetahui isi pikiran Zuhdan dan apa yang dia rasakan
karena dia tidak pernah berbicara selain hanya hal-hal yang penting saja, Namun
dibalik sikapnya yang seperti itu zuhdan adalah orang yang jujur akan
perasaannya, dan Anas mengetahui itu.
Anas
tidak bisa menahan amarahnya saat seseorang yang ingin dia lindungi ternyata
berbalik menyerangnya membuat mata anas tertutup emosi dan langsung menyerang
zuhdan dengan pukulan tepat wajah zuhdan. Zuhdan terjatuh dan berusaha bangkit
melindungi dirinya dari serangan anas yang bertubi-tubi, dalam pikiran Anas ia
hanya memikirkan cara untuk melumpuhkan Zuhdan karena rasa sakit hati terhadapnya
dan juga rasa takutnya bahwa Zuhdan akan melaporkannya sungguhan.
Perbedaan
ukuran fisik menjadi tolak ukur yang kuat dalam pertarungan ini. Anas yang
bertubuh lebih besar dan lebih kuat membuatnya dengan mudah melumpuhkan Zuhdan
agar ia tidak mampu lagi berbicara dengannya saat itu. Anas menyeret tubuh Zuhdan
yang sudah tak sadarkan diri kepojok gudang dan memasangkan lakban pada mulut Zuhdan
serta mengikatkan kaki dan tangannya pada meja yang ada didalam gudang
tersebut. Tujuannya hanya satu, Zuhdan tidak dapat ditemukan dan menemukan
teman-temannya.
Anas
harus bergerak cepat melenyapkan bukti dan membersihkan namanya dari tuduhan sebelum
orang lain menuduhnya seperti yang zuhdan katakan.
***
22:17
[Di
ruang tengah]
Anas
kembali menemui teman-temannya yamg sedang berkumpul di ruang tengah, mereka
berdiskusi mencari jalan keluar yang terbaik untuk kasus temannya. “kita ga
akan bisa menemukan pembunuhnya kalo kita terus-terusan kumpul kaya gini, salah
satu dari kita pasti impostor disini. Dan gue ga mau dia tau semua yang
kita rencanakan buat menangkap dia, kita harus berpencar dan siapapun bisa
dicurigai, yang gerak-geriknya mencurigakan dia bisa jadi tersangka sementara
sampai kita nemuin barang buktinya” kata Malik memecah hening diantara
teman-temannya yang masih terlihat bingung.
“Zuhdan
kemana? Bukannya tadi bareng lo nas?” tanya Hazem yang menyadari bahwa Anas
hanya kembali seorang diri.
“gatau,
gue udah pisah sama dia daritadi, gue abis ambil minum dulu tadi sori kalo
telat” jawab anas.
“oke
kita cari Zuhdan sekarang, dia bisa jadi tersangka pertama karena seperti yang
kalian lihat dibajunya ada noda darah yang terlihat baru” Fajar mengambil
inisiatif.
Diskusi
selesai dan mereka semua pergi beranjak mencari zuhdan di sekitar area rumah
mereka yang lumayan luas, mereka berpencar untuk menghemat waktu menemukan
zuhdan. Malik memutuskan mencari disekitar lorong-lorong dan kamar, Hazem
mencari di sekitar dapur, Fajar menuju balkon luar, Anas terlihat belum
memutuskan akan pergi kemana karena ia sedang berfikir keras untuk melenyapkan
barang bukti yang ada padanya dan terakhir Lutfi pergi mencari kearah gudang.
[chapter 3 : SUSPICIOUS]
23:09
[Di
gudang]
Malam
semakin larut membuat mereka kelelahan mencari sosok Zuhdan yang tidak kunjung
menampakkan batang hidungnya. Lutfi menyalakan lampu dari ponselnya menyorot
kedalam ruangan tak berpenghuni yang dipenuhi barang dan debu, dia sedikit
menggeser meja didepannya yang menghalangi langkahnya menuju bagian dalam
gudang, begitu meja berhasil tergeser Lutfi mendapati sosok Zuhdan yang diikat
dan dibekap dalam keadaan pingsan. Lutfi berjongkok memastikan wajah pemuda
dibawahnya adalah Zuhdan dan saat itu Lutfi belum tahu akan mengambil langkah
bagaimana terhadap zuhdan.
TING!!
[From :
+201100288..
Message : cepat
pergi ke ruang tengah sekarang! Fajar adalah pembunuhnya karena beberapa jam
sebelum kejadian dia terlibat pertengkaran dengan jadid yang membuatnya
memiliki dendam kepada jadid]
Lutfi
menerima pesan dari nomor yang tidak ia kenal, mengesampingkan rasa
penasarannya terhadap nomor yang tidak dikenalnya, Lutfi tidak punya pilihan
selain mengikuti perintah dalam pesan tersebut dan meninggalkan zuhdan, ia
berfikir setelah pelakuya tertangkap ia akan kembali menyelamatkan Zuhdan.
***
22:40
[Di
balkon]
Fajar
menuju balkon luar untuk mencari Zuhdan, namun ia tidak mendapati seorangpun
disana. Mudah saja menyisir tempat tersebut karena tidak ada barang apapun
disana hanya pagar pembatas antara bagian luar dan dalam rumah. Setelah
pencarian nya yang tidak membuahkan hasil Fajar akhirnya memutuskan untuk
kembali ke ruang tengah tempat mereka berkumpul tadi, dan tiba-tiba ponselnya
berbunyi,
TING!!
[From : +201100288..
Message : temukan anas, anas adalah pembunuhnya karena ia
menyembunyikan barang buktinya dan akan segera melenyapkannya sekarang. Cepat
sebelum terlambat!]
Fajar
tidak berfikir panjang saat menerima pesan dari nomor tak dikenal itu, yang ada
di pikirannya hanyalah ia harus cepat menemukan Anas sebelum barang bukti
tersebut lenyap, maka Fajar berlari kencang menuju ruang tengah tempat pertama
untuk menemukan petunjuk berikutnya.
“ANAS!!!”
Fajar memergoki Anas yang sedang berusaha menghacurkan potongan pipa tersebut
menjadi beberapa bagian dan membuat pipa tersebut tidak tampak seperti barang
yang dapat dipakai sebagai alat untuk membunuh.
“BERHENTI
SEKARANG! LO PEMBUNUHNYA KAN? BENDA ITU BARANG BUKTINYA! NGAKU SEKARANG!!”
bentak Fajar
Anas
kehilangan alibi karena ia tidak memperhitungkan bahwa Fajar akan menemukannya
dan mengetahui bahwa benda yang dipegangnya adalah barang bukti yang dicari oleh
semua orang saat ini. Anas jelas tertangkap basah sedang berusaha melenyapkan
benda tersebut membuat siapapun yakin bahwa ia adalah pelakunya.
Anas
tidak menggubris perkataan Fajar dan memilih melanjutkan kegiatannya demi
menjaga dirinya dari tuduhan menjadi tersangka nantinya. Fajar yang melihat Anas
melanjutkan kegiatannya memutuskan untuk menghentikannya dengan mendorong Anas
kuat-kuat. Anas sedikit tersungkur dari tempatnya semula dan berusaha meraih
kembali pipa tersebut, Fajar langsung menginjak kuat tangan anas yang meraih
pipa untuk menahannya, Anas sudah kehilangan kesabaran, waktu yang dimilikinya
sempit sebelum teman-temannya menemukannya, ia memukul Fajar dengan tangan satunya
yang dapat bergerak bebas, Fajar terjatuh akibat pukulan yang keras mengenai
kepalanya, darah keluar dari pelipis matanya membuatnya pusing beberapa saat,
saat fajar berusaha menyadarkan dirinya, ia melihat anas yang datang
menghampirinya kemudian BUKKKKK Fajar kehilangan kesadarannya.
***
23:22
[Di
ruang tengah]
Lutfi
datang ke ruang tengah dengan nafas yang tersengal-sengal, setelah mengatur
nafasnya kembali normal ia melihat Fajar yang sudah tak sadarkan diri dibawah Anas,
Lutfi tidak mengerti apa yang terjadi disana dan tidak mengetahui bahwa barang
yang dipegang Anas adalah barang bukti, Lutfi hanya berfikir kalau Anas juga
mendapat pesan rahasia yang mengatakan bahwa Fajar adalah pelakunya dan
mengeksekusinya seorang diri.
TING!!
TING!!
Bunyi
ponsel anas dan lutfi tiba-tiba berdering bersamaan tanda pesan masuk, mereka
segera membukanya
[From : +201100288..
Message : malik menyerang hazem]
“ANJ*NG!
INI NOMER SIAPA SIH?” gerutu Lutfi
“lo
dapet pesan yang sama kaya gue?” Anas bertanya
“iya,
nomer ini juga yang nyuruh gue kesini dan ngasih tau gue kalo fajar
pembunuhnya”
“hah?”
Anas kaget mendengar jawaban Lutfi, ia berfikir kalau Lutfi menerima pesan yang
mengatakan bahwa Fajar adalah pelakunya, mengapa Fajar datang justru
menyerangnya? Anas menebak pasti Fajar juga mendapat pesan dari nomor yang sama
dengan isi yang berbeda.
“denger
ya fi, gue yakin ini jebakan, kita dijebak”
“maksudnya
apa?”
“tadi
Fajar dateng ke gue dan nyerang gue, bilang kalau gue pembunuhnya, pasti Fajar
juga dapet pesan sama kaya lo dengan gue sebagai tersangkanya”
Lutfi
bingung, tapi Anas segera mengajaknya pergi meninggalkan ruangan segera menuju
tempat dimana Malik dan Hazem berada untuk mencari tahu kebenaran yang
sesungguhnya.
***
[chapter 4 : SUSPECT]
23:00
[Di
dapur]
Malik
menghampiri Hazem yang sedang menggeledah dapur mencari Zuhdan, Malik kemudian
menyerang hazem dari belakang menggunakan sebatang kayu yang ia bawa dari
perjalanannya menuju dapur, Hazem terjatuh atas serangan dadakan yang
diterimanya, saat ia membalik badan untuk mengetahui siapa yang menyerangnya,
kepalanya kembali menerima hantaman pukulan yang keras.
Hazem
berusaha tetap menjaga kesadarannya, matanya bengkak dan berair akibat pukulan
dikepalanya, darah mengalir deras dari bagian kepalanya yang dipukul, ia
merangkak dengan sisa tenaganya menjauh dari orang yang menyerangnya, Hazem dapat
melihat seseorang didepannya dengan samar-samar, dengan hanya melihat bentuk
tubuhnya ia yakin bahwa sosok dihadapannya adalah Malik, karena hanya Malik
yang memiliki postur tubuh lebih besar dari teman-temannya.
“Malik?
Tolongin gue” Hazem berusaha meraih tangan Malik, memohon bantuan untuk
dilindungi dari orang yang menyerangnya.
“haha
kenapa gue harus nolong lo?” Malik tertawa melihat Hazem yang memohon dengan
putus asa.
“zem,
lo tau gak sih? Gue dari dulu selalu nunggu waktu dimana gue bisa menghabisi
kalian semua” Malik berbicara dingin dan membuat Hazem bingung, seketika
atmostfer diantara keduanya menjadi tegang.
“entah
siapapun yang bunuh jadid gue ga peduli, tapi ini waktu yang tepat buat gue
menghabisi kalian semua, Jadid bagaikan tanda dimulainya kehancuran rumah ini,
ibarat terompet yang ditiup oleh prajurit tanda peperangan dimulai” malik
mendekati hazem pelan-pelan sambil menimang-nimang kayu ditangannya.
Tak
banyak yang bisa dilakukan Hazem selain hanya bisa diam mendengarkan tapi sudah
jelas bahwa penjelasan Malik memberikannya waktu untuk bersiap jika orang
dihadapannya ini menyerang tanpa aba.
“lo
tau mau kenapa? Karna gue muak sama sikap lo semua yang sok berkuasa dirumah
ini, lo pikir lucu menjadikan gue sebagai bahan olok-olok kalian? Selama ini
gue cuma diem bukan berarti gue bisa terima gitu aja. I never said it doesn’t
hurt” Malik meringis tersenyum mengingat memori pahitnya yang menjadi korban
bullying didalam rumah tersebut.
“lo
harusnya sadar, kita ini sama, ga ada perbedaan kasta disini, tapi kenapa lo
merasa superior disini? Lo menganggep gue rendah karena gue gabisa bersikap
seperti lo yang mudah bergaul? Lo bilang gue ga asik karna gue gabisa mengikuti
gaya hidup lo yang isinya cuma foya-foya? Jawab zem!” Malik meraih dagu Hazem
dan mencengkramnya kuat-kuat membuat hazem kesakitan dan kesulitan berbicara.
“lo
pernah denger ga? Ada yang bilang orang jahat adalah orang baik yang tersakiti”
Malik tertawa kecil kemudian melanjutkan “gue bukan orang baik sih, tapi lo
bayangin deh, kalau orang baik aja bisa jadi jahat karena disakiti apalagi gue
ya kan?”
Malik
sempat membuka ponselnya terlebih dahulu sebelum ia berkata
“lo
harus terima ini zem dari rasa sakit yang lo tabung didalam diri gue” Malik
kembali memukul Hazem dengan kayu ditangannya, tapi kali ini Hazem berhasil
menghindar karna ia sudah jauh lebih siap menerima serangan, Hazem berguling
kearah kanan dan berdiri cepat mendekati meja dapur, kemudian ia segera
mengambil apapun yang ada disana untuk membantu dirinya melawan serangan malik.
Merasa
terdesak, Hazem meraih gunting diatas meja dan langsung menusukkan ke dada kiri
Malik saat Malik berlari menyerangnya, Malik melangkah mundur beberapa detik
menyadari benda yang tertancap pada dadanya, melihat darah yang keluar dar isana
Malik menjadi beringas menatap hazem penuh dendam.
Malik
kembali berlari mengejar Hazem yang berusaha menyelamatkan dirinya, Hazem
meraih benda apapun didepannya dan melemparkannya kepada Malik untuk
memperlambat langkahnya, beberapa benda tersebut berhasil mengenai Malik dan
menghentikan langkahnya, tapi Malik tetap mengejar Hazem sampai akhirnya Hazem
terpojok, jalan didepannya sudah buntu dan dia tidak dapat lagi melarikan diri
karena ruangan dapur tidak begitu besar, Malik kembali memukul Hazem dengan
sekuat tenaga.
Hazem
menelungkupkan kedua tangannya untuk melindungi kepalanya terpukul oleh Malik,
namun serangan Malik yang tanpa ampun membuat Hazem kesakitan dan kehilangan
tenaga untuk bertahan, sedikit demi sedikit pertahanan Hazem melonggar, Hazem
sudah pasrah pada nasibnya sekarang yang akan berakhir tanpa perlawanan.
Ketika
Hazem sudah sedikit kehilangan kesadarannya, saat itulah Lutfi dan Anas datang memasuki
ruangan dapur dan menghentikan Malik.
***
Lutfi
dan Anas berlari menuju dapur setelah mendapat pesan tersebut, sesampainya
didapur Anas langsung berusaha menahan Malik yang menyerang Hazem, namun nahas,
Anas justru terkena pukulan Malik yang sudah tidak lagi membedakan lawannya, Malik
berpikir inilah yang ia mau bahwa ketika semuanya berkumpul disini ia akan
menghabisi semuanya sekaligus.
Lutfi
yang melihat Anas jatuh tersungkur segera mengambil inisiatif mendorong meja
didekatnya dan menjatohkannya ke arah Malik yang sedang berjongkok untuk
kembali menyerang Anas, Malik menghindar tapi sayang kakinya terjebak disana,
terjepit dibawah meja dapur yang besar yang jatuh menimpanya.
Tangan
Malik yang masih dapat beregrak bebas segera berusaha menyingkirkan meja
tersebut, Anas yang melihat Malik akan bangkit kembali segera meraih tangan Malik
dan memelintingnya membuat Malik berteriak kencang menahan sakit yang dirasakan
kedua anggota tubuhnya.
“lo
yang jebak kita kan? Ngaku lik! buat apa? Tanya Anas yang masih memelinting
tangan Malik agar ia menjawab pertanyaannya.
“engga,
gue kesini juga karna dapet pesan dari nomer ga dikenal” bantah Malik
“Lutfi
coba lo telpon nomer itu sekarang” perintah Anas
Lutfi
segera menelepon nomor tersebut dengan gemetar dan benar saja ponsel Malik
berdering bersamaan dengan nada tunggu di ponsel Lutfi.
Melihat
itu Anas kembali menguatkan lintingan tangan Malik dibawahnya membuat Malik menangis
menahan sakit yang luar biasa.
“lo
kenapa lik? Kenapa lo kaya gini?”
“gue
bukan pembunuhnya nass, Jadid itu temen baik gue, bahkan disaat lo semua ketawa
diatas penderitaan gue Jadid selalu ada buat nolongin gue” teriak Malik dalam
isak tangisnnya
“gue
sedih kehilangan Jadid, apalagi pas gue tau pembunuhnya salah satu diantara
kalian jadi kenapa gak sekalian aja gue bunuh kalian semua”
“BRENGS*K”
Anas emosi mendengarnya, ia juga sedih kehilangan Jadid tapi bukan berarti
harus ada korban lagi.
“KENAPAA
HARUS JADID?? KENAPA JADID YANG KALIAN BUNUH?? JADID ORANG YANG BAIK, KENAPA
GAK KALIAN AJA YANG MATI!!” Malik menangis meraung-raung sambil terus
meneriakkan kata-kata bahwa jadid tidak seharusnya mati.
Lutfi
terdiam menyaksikan Malik dan Anas didepannya, lidahnya kelu kehilangan kata-kata
atas apa yang didengarnya dari mulut Malik. Matanya berkaca-kaca melihat
temannya yang tumbang satu persatu.
“LUTFI
CEPET PANGGIL POLISI” perintah Anas kedua kalinya
***
02:07
[Surat Pemberitahuan Hasil Autopsi]
No :
XXXXXX
Lampiran : -
Perihal : hasil
autopsi
Kepada YTH,
Bersama ini kami lampirkan bahwa identitas mayat sebagai
berikut :
Nama :
Tn Jadid
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin :
laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Bahwa orang tersebut diduga mengalami gegar otak bagian
dalam yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah didalam sehingga menimbulkan
beberapa luka lebam ditubuhnya, juga korban mendapat pukulan keras yang membuatnya
terluka, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuhnya sehingga kami
simpulkan bahwa korban murni terjatuh dan tertimpa benda yang dapat melukai
tubuhnya.
Lutfi
membacakan isi surat tersebut didepan Malik yang sedang terbaring di ranjang
rumah sakit, 3 hari setelah kejadian tersebut Lutfi datang menjenguk dengan
membawakan kabar yang sangat mengejutkannya hari itu, bahwa ternyata Jadid
tidak dibunuh melainkan hanya kecelakaan atas
dirinya sendiri.
Malik
hanya bisa diam karena selang yang masuk kedalam mulutnya untuk membantunya
bernafas membuatnya tidak dapat berbicara, namun matanya jelas mengekspresikan
bahwa ia terkejut dengan hasil autopsi tersebut.
Malik mengalami cedera parah yang mengakibatkan kakinya
lumpuh sementara, juga patah tangan sebelah kanannya akibat insiden malam itu, Malik
dan teman-teman lainnya mendapatkan pertolongan pada malam itu dan segera
dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatatan lebih lanjut.
Lutfi
berjalan mendekati Malik yang masih diam mencerna semuanya, kemudian Lutfi
membisikkan kalimat yang membuatnya membelalakkan mata mendengarnya.
“terimakasih
Malik, lo udah mewakili gue buat menghabisi mereka semua” Lutfi tersenyum tapi
tidak dengan Malik yang bingung.
“ah
maaf kalau bikin lo kaget, sebenarnya, gue gabutuh alasan buat menghabisi
kalian semua, gue cuma mau bersenang-senang aja” Lutfi tertawa kecil dan
melanjutkan dialognya
“lo
pasti ga nyangka, yang lo liat sebenernya bukan seperti yang lo liat haha.okey,
gue jelasin semuanya yaa biar lo ga bingung, dimulai dari Jadid
lo
pikir Jadid murni kecelakaan? Unfortunately no dude, gue tau Jadid teman baik
lo itu mau pergi ke kamar mandi jadi gue sengaja bikin jebakan disana dengan menuangkan
cairan bening pembersih lantai yang bikin lantainya jadi licin dan wusshh
Jadid jatoh disana, gue sengaja menjatuhkan pipa dari ventilasi kamar mandi
yang jadi terlihat seperti barang bukti sama Anas, selanjutnya gue pengen makan
ayam dan minta tolong Zuhdan buat masak dan potong ayam yang gue bawa tapi sedihnya
ternyata darah ayamnya terkena baju Zuhdan, Zuhdan pun dicurigai Anas, kasihan
dia..
Setelah
gue selesai sama Jadid dan Zuhdan gue balik ke ruang depan buat ngajak lo sama Anas
mabar, seperti yang gue harapkans seseorang pergi ke kamar mandi dan menemukan Jadid,
dan Anas adalah orangnya tapi ternyata Anas justru berusaha menyelamatkan Zuhdan
dengan cara menyembunyikan barang buktinya nantinya, padahal gue udah meletakkan
potongan pipa lainnya di lemari lo hahaha what an unlucky me
Kenapa
gue taro di lemari lo? Karena gue berharap lo yang dituduh lik, pipa yang gue
taro di lemari lo bisa jadi bukti yang kuat, kita ga butuh alesan lagi buat
menangkap lo kalau bukti udah didepan mata, juga karena Jadid teman baik lo, lo
pasti ga akan terima dituduh begitu aja dan lo akan membalaskan dendam lo ke
mereka semua atas diri lo dan juga atas kematian Jadid si teman baik lo
Dalam
waktu yang berbeda, gue ga sengaja beberapa kali liat lo nangis sendiri setelah
lo diperlakukan menyedihkan sama mereka, mata lo gabisa bohong lik, sorot mata
lo penuh dendam ketika menatap mereka, dan gue harus memanfaatkan itu
Gue
juga yang menjebak Jadid dengan journalnya Fajar yang gue ambil dan menaruhnya
di dalam lemarinya, selanjutnya gue minta tolong Fajar untuk mengambilkan kaos
gue yang sengaja gue taruh dilemari Jadid, jadi dia bisa liat dengan sendiri
bahwa journalnya ada disana
Dan
lagi-lagi, gue minta tolong lo buat ambil air di kulkas yang letaknya di
samping kamar Jadid jadi bikin lo
berspekulasi bahwa Fajar menyimpan dendam kepada Jadid karena pertengkaran
mereka yang lo denger waktu lo lagi ambil air
Is
it true???? Pasti Fajar orang pertama yang akan lo habisi karena dia yang
paling mencurigakan dimata lo, sisanya gue hanya menunggu pertunjukan dari aksi
lo”
Malik
menatap tajam Lutfi, menahan emosi yang memuncak memenuhi dirinya mendengar apa
yang dikatakan Lutfi, bahwa ternyata ia adalah korban yang dimanfaatkan Lutfi melalui
emosinya
“gue
tau Anas yang mau melenyapkan barang buktinya karena Anas tidak langsung memanggil
kita semua untuk melihat kondisi Jadid waktu dia jadi orang pertama yang lihat,
jauh dari rencana gue sebelumnya jadi gue mau cepat selesaikan malem itu dengan
cara gue yang manggil kalian buat liat kondisi Jadid, seperti yang gue lihat
udah ga ada arang buktinya didalam sana dan pastilah Anas yang mengambilnya
I
guess, lo yang dateng terakhir ga sengaja lihat anas yang lagi berusaha menyembunyikan
pipa yang diambilnya kan?”
“semua
berjalan persis seperti yang seharusnya berjalan, malik. Bahwa lo yang akan
memimpin pertunjukan ini, gue ikutin permainan lo yang berusaha mengecoh kita
dengan cara mengirimkan pesan dari nomer yang kita ga tau, gue tau ponsel lo
punya dua sim card dan yang tersimpan hanya satu di dalam kontak kita semua, dengan
ter kecohnya kita semua karena saling menuduh satu sama lain akan memudahkan lo
buat balesin dendam lo satu persatu ke kita semua, ya kan?
Tapi,
pasti lo ga menduga kalo anas bakal sadar ternyata kita semua dijebak sama lo? sama,
gue juga ga nyangka haha. Padahal gue menunggu lo mengeksekusi semuanya lebih dulu
tapi sayangnya gue harus melakukan perintah anas karena gue juga harus
berpura-pura ikut menjadi korban dalam permainan lo, dan ah iya pesan yang mengatakan
Malik menyerang Hazem itu cuma gimmick dari lo biar lo terlihat sama
menyedihkannya jadi korban yang dijebak kan? Hfftttt so tragic
Tapi
lik? walaupun lo gagal menghabisi mereka semua gue tetep berterima kasih sama
lo, karena sekarang Jadid sudah terbukti kecelakaan pribadi, dan lo? Lo tetap
jadi penjahatnya disini hehe, take a recorvery soon bro..
Jangan
lupa makan dan minum obat biar kaki lo bisa normal lagi buat kita seru-seruan main
bareng lagi”
Lutfi
tersenyum menepuk bahu Malik pelan dan berbalik berjalan santai meninggalkan
malik yang terdiam menatap tidak percaya pada apa yang didengarnya.
END-
Related Posts

Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "“UNSOLVED”"
Posting Komentar