Oleh : Eka Yulianti

Angkatan : 2017

No : 01100462347

[[ Disclaimer! : a full fiction; the characters and the setting of the place and time of the incident are written by the author and aren’t directly related to the real characters in real life X.X]]

 

[chapter 1 : INVENTION]

Sabtu, 240620

20:35

[Di ruang tengah]

Malam yang panjang dihabiskan oleh tujuh pemuda yang tinggal bersama dalam satu atap, mereka memutuskan tidak pergi keluar dan menghabiskan malam dengan melakukan kegiatannya masing-masing didalam rumah. Berbagai macam kegiatan terlihat disana, dimulai dari bermain game bersama, mengerjakan tugas, membaca buku dan juga memasak.

Anas memberi jeda break dalam aktivitas bermain mobile game bersama teman-temannya, ia bangkit dari posisi tidurnya bergegas pergi menuju kamar mandi untuk membuang hajatnya, dalam perjalanannya menuju toilet Anas bertemu dengan Zuhdan di lorong yang gelap. Karena minimnya pencahayaan dan juga terburu-buru untuk membuang hajat Anas tidak menggubris kehadiran Zuhdan yang sekilas tampak membawa benda ditangan kirinya dan samar-samar terlihat sedikit bercak noda darah pada baju dan tangannya. Tanpa rasa ingin tahu yang lebih dalam lagi atas apa yang dilihatnya Anas segera pergi menuju kamar mandi dengan mengabaikan segala hal yang dia lihat pada sosok Zuhdan.

Sesampainya Anas di kamar mandi, ruangan berdiameter (redacted) itu ternyata terkunci, Anas berfikir bahwa kamar mandi tersebut sedang digunakan oleh salah satu temannya, Setelah menunggu lama dan tak kunjung mendapat jawaban dari dalam toilet, Anas memutuskan ingin mendobrak pintu kamar mandi secara paksa. Anas melihat sekelilingnya mencari benda yang dapat digunakan untuk merusak pintu kamar mandi. kemudian Anas pergi menuju lorong tempat ia bertemu Zuhdan sebelumnya dengan tujuan ingin meminta bantuan dari Zuhdan atau sekedar meminjam benda yang berada ditangannya tadi, dan ternyata lorong tersebut sudah kosong tak ada jejak Zuhdan di dekatnya, Anas kembali ke kamar mandi dengan tekad akan mendobrak pintu dengan tangan kosong, bermodal postur tubuh yang besar dan gagah Anas berhasil mendobrak pintu kamar mandi tersebut.

Pintu akhirnya terbuka, Anas dikejutkan oleh pemandangan didepan matanya. Jadid, teman se-fakultasnya sedang terbaring mengenaskan dilantai kamar mandi dengan keadaan bersimbah darah menghadap lantai kamar mandi, tanpa perlu melihat wajahnya Anas sangat yakin bahwa sosok itu adalah Jadid yang memakai kaos jersey chealsea tim sepak bola kesayangannya. Panik menyerang Anas saat melihat pipa tergeletak dipinggir tubuh Jadid yang terbaring bisu dilantai, rasa takut dan gelisah menjadi satu didalam diri Anas, tubuh anas bergetar karena jantung yang berdetak diluar normal, adrenalin yang meningkat membuat tubuh Anas berkeringat dingin dan kesulitan mengambil nafas, terasa sesak dan engap berada didalam kamar mandi berukuran sedang tersebut.

Anas segera keluar dari kamar mandi menghirup udara sebanyak-banyaknya. Berusaha keras menenangkan dirinya yang syok, sesaat ingatannya kembali saat ia bertemu seseorang sebelum sampai disini, kemudian selanjutnya ia berlari kencang mencari seseorang tersebut yang ia yakini adalah Zuhdan, ia mengelilingi tiap sudut ruangan dengan teriakan panik memanggil-manggil nama Zuhdan. Peluh menetes dari dahi Anas yang semakin putus asa karena tidak dapat menemukan Zuhdan, dalam pikirannya, Zuhdan satu-satunya orang yang dapat ia tanyakan atas apa yang sebenarnya terjadi pada jadid karena lorong tempatnya bertemu dengan Zuhdan adalah lorong yang menghubungkan segala rungan menuju ruangan toilet, barangkali Zuhdan mengetahui kejadian yang sesungguhnya.

Anas berhenti sejenak mengambil nafas, mangatur detak jantungnya yang berdetak semakin tak ber-irama karena berlari kencang, kemudian pandangan anas jatuh kepada sosok bayangan yang berjalan keluar dari ruangan dipojok kanan, ia tahu bahwa ruangan itu adalah kamar milik Malik tapi perawakan sosok tersebut tidak terlihat seperti Malik yang ia kenal, sosok tersebut memiliki postur tubuh yang lebih kecil dan atletis, karena jarak yang jauh dari posisi tempatnya berdiri Anas segera kembali berlari mengejar sosok tersebut.

Anas sudah berlari melewati dua ruangan lainnya yang telah dijadikan kamar oleh teman-temannya, namun sosok tersebut menghilang begitu saja, tak ada jejak yang ditinggalkan sosok tersebut membuat Anas menyerah mengikutinya. Langkah kaki Anas akhirnya berhenti tepat didepan ruangan yang mengeluarkan aroma harum masakan yang lezat, ia berhati-hati mengintip kedalam untuk mengetahui siapa orang yang sedang menhidangkan makanan.

“Anas? Lagi ngapain disini?” tanya seseorang dari balik gorden tempatnya mengintip, Anas pun terkejut mendengar namanya disebut, setelah yakin bahwa ia ketahuan sedang mengintip Anas memutuskan melangkah masuk kedalam ruangan. Anas melihat sosok didepannya memakai kaos berwarna putih dengan beberapa noda bercak darah yang terlihat baru serta tangannya yang memegang sepotong pipa membuat langkah kaki Anas terhenti dan takut untuk mendekat, gugup menguasai anas saat ia ingin menanyakan banyak hal kepada seseorang di hadapannya menjadikannya hanya mengeluarkan satu kalimat yang terbesit di kepalanya.

Dengan cepat Anas bertanya “Zuhdan lo abis ngapain?”

***


15:45 (Beberapa jam sebelum kejadian)

[Di kamar Jadid]

“MAKSUD LO APA DID? LO TEGA NYEMBUNYIIN JOURNAL GUA DI HARI DEADLINE TUGAS GUA?” bentak seseorang pada Jadid yang berdiri disamping lemari sambil memegang journal ditangannya, “bukan gitu maksud gue, tolong dengerin gue dulu” ucap Jadid memelas meminta temannya untuk tenang dan memberikannya kesempatan untuk menjelaskan terlebih dahulu.

“HALAH, BUKTI UDAH JELAS KALO INI JOURNAL ADA DI LEMARI LO, MAU ALESAN APA LAGI? GARA-GARA LO GUA JADI DI KELUARIN DARI ORGANISASI”

Jadid terdiam

“gue tau lo sakit hati karena ga diterima di organisasi, tapi bukan berarti lo bisa menggagalkan gue juga dong, kita udah sepakat buat bersaing secara sehat tapi kenapa lo main kotor begini?”

BRAAAKKKKK, suara pintu yang dibanting keras oleh temannya menyadarkan jadid yang diam termangu disudut kamarnya, Jadid membenarkan sebagian yang dikatakan temannya itu dan sebagian lainnya tidak, tapi ia tidak punya kesempatan untuk menjelaskan kepada temannya yang sedang dipenuhi emosi dan juga bukti yang kuat mengarah pada dirinya.

 

[chapter 2 : ACCUSED ]

21:02

[Di kamar mandi]

“JADID? WOIII TOLONGGG!! TOLONGIN GUA INI JADID KENAPA??” Lutfi berteriak dari dalam toilet begitu mendapati temannya sudah tak bernyawa, karena panik ia terus berteriak memanggil-manggil temannya untuk datang menolongnya. Satu-persatu temannya tersebut datang menghampiri disusul Anas dan Malik kemudian yang datang terakhir, semua menanyakan apa yang terjadi pada Lutfi dan terkejut melihat sosok Jadid yang sudah terbaring dengan darah di sekujur tubuhnya yang membanjiri lantai kamar mandi.

“LAPOR POLISII WOI! CEPETTT!!, JADID DIBUNUH, JA..”

“KOK LO BISA AMBIL KESIMPULAN DIA DIBUNUH SIH?” Hazem menyela perkataan Lutfi

“TERUS APA? DIA GA KELIATAN KAYA ORANG YANG JATOH DI KAMAR MANDI ! INI JELAS DIA DIPUKULIN BODOH! Balas Lutfi

“AYO KITA LAPOR POLISI” Fajar buru-buru meraih ponselnya dari dalam sakunya

“JANGAN! Polisi ga akan nerima kasus ini sebagai pembunuhan, karna gada bukti dia dibunuh, polisi ga mau ambil pusing memperpanjang penyelidikan buat kita-kita yang minoritas disini, jadi lebih baik kita cari sendiri pembunuhnya baru kita serahin ke polisi lengkap dengan bukti yang kuat, lagipula pembunuhnya pasti salah satu dari kita kan? Karna daritadi ga ada yang masuk atau keluar dari rumah ini” Malik akhirnya berpendapat setelah hanya diam mengamati sejak dari tadi.

Semua diam mendengarkan dan menyetujui ide yang diberikan Malik karena ingin mengetahui siapa diantara mereka yang tega membunuh Jadid dan ingin memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepadanya.

“oke kita cari pembunuhnya sekarang” Fajar menutup diskusi.

***

“Zuhdan sekarang lo ngaku sama gue, lo kan yang bunuh Jadid?” Anas menarik Zuhdan secara paksa membawanya pergi dari kerumunan temannya. Kecuali Anas dan Zuhdan, semuanya berkumpul bergotong-royong merapikan dan membersihkan tempat kejadian perkara serta memindahkan jasad Jadid ke tempat yang lebih baik untuk sementara.

“maksud lo apa?, lo nuduh gue?”

“gue liat sendiri buktinya kaos lo pernuh darah dan tangan lo pegang pipa waktu gue ketemu lo?”

“lo tau darimana kalo pipa itu jadi barang bukti? Bukannya tadi ga ada barang bukti apa-apa disana? Atau jangan-jangan barang bukti nya udah lo sembunyiin? Huh?” Zuhdan membalik curiga kepada Anas karena membahas barang bukti yang tidak dia lihat di dalam kamar mandi dan mengaitkannya dengan pipa yang dia bawa.

“kok lo sekarang jadi curiga ke gue? Gue cuma nanya karena jelas keadaan lo yang paling mencurigakan sekarang!”

Zuhdan tersenyum mendengar lawan bicaranya yang terpancing oleh kalimatnya yang sebenarnya asal bicara saja, “yaudah lo lapor polisi aja sekarang dan bilang kalau gue pembunuhnya, lagipula apa untungnya buat gue kalau bunuh jadid? Dia hidup atau engga ga ada pengaruhnya buat gue dan buat lo! So what? Kenapa lo repot-repot nyari pembunuhnya?” Zuhdan tertawa kecil mengakhiri kalimatnya.

“SIALAN! DIA ITU TEMEN KITA!! Gue bisa aduin lo dengan pengakuan dari mulut sampah lo sekarang!!”

“then what? Gue bisa aduin lo balik atas dasar pemberitahuan pengakuan palsu tentang memfitnah dengan tujuan menyerang nama baik seseorang kalo ternyata gue terbukti ga bersalah”

“FU*CKK!!” anas mengepalkan tangannya menahan emosi yang memuncak melihat teman di hadapannya santai menjawab dan bahkan sesekali tersenyum mengejek kepadanya.

“gimana kalo lo yang ngaku sekarang? Gue tau barang buktinya ada ditangan lo kan? polisi bakal lebih mudah menjadikan lo tersangka karena ada sidik jari lo disana” kali ini Zuhdan benar-benar tersenyum lebar kepada Anas, senyum yang semakin membuat Anas sangat marah karena merasa dituduh oleh orang yang justru ingin ia selamatkan.

Anas kembali ke kamar mandi dan menyembunyikan barang bukti berupa pipa disana setelah menemui Zuhdan didapur. Karena ia melihat Zuhdan yang memegang benda tersebut dan yakin bahwa bukan zuhdan pelakunya, Anas hanya takut Zuhdan menjadi tersangka yang paling besar dicurigai oleh teman-temannya jika mereka menemukan barang bukti tersebut.

Zuhdan yang dikenal sebagai sosok yang sangat pendiam dan jarang bergaul akan membuat teman-temannya berfikir bahwa zuhdan menyimpan banyak pikiran dan rahasia dalam diamnya. Tidak ada yang mengetahui isi pikiran Zuhdan dan apa yang dia rasakan karena dia tidak pernah berbicara selain hanya hal-hal yang penting saja, Namun dibalik sikapnya yang seperti itu zuhdan adalah orang yang jujur akan perasaannya, dan Anas mengetahui itu.

Anas tidak bisa menahan amarahnya saat seseorang yang ingin dia lindungi ternyata berbalik menyerangnya membuat mata anas tertutup emosi dan langsung menyerang zuhdan dengan pukulan tepat wajah zuhdan. Zuhdan terjatuh dan berusaha bangkit melindungi dirinya dari serangan anas yang bertubi-tubi, dalam pikiran Anas ia hanya memikirkan cara untuk melumpuhkan Zuhdan karena rasa sakit hati terhadapnya dan juga rasa takutnya bahwa Zuhdan akan melaporkannya sungguhan.

Perbedaan ukuran fisik menjadi tolak ukur yang kuat dalam pertarungan ini. Anas yang bertubuh lebih besar dan lebih kuat membuatnya dengan mudah melumpuhkan Zuhdan agar ia tidak mampu lagi berbicara dengannya saat itu. Anas menyeret tubuh Zuhdan yang sudah tak sadarkan diri kepojok gudang dan memasangkan lakban pada mulut Zuhdan serta mengikatkan kaki dan tangannya pada meja yang ada didalam gudang tersebut. Tujuannya hanya satu, Zuhdan tidak dapat ditemukan dan menemukan teman-temannya.

Anas harus bergerak cepat melenyapkan bukti dan membersihkan namanya dari tuduhan sebelum orang lain menuduhnya seperti yang zuhdan katakan.

***


22:17

[Di ruang tengah]

Anas kembali menemui teman-temannya yamg sedang berkumpul di ruang tengah, mereka berdiskusi mencari jalan keluar yang terbaik untuk kasus temannya. “kita ga akan bisa menemukan pembunuhnya kalo kita terus-terusan kumpul kaya gini, salah satu dari kita pasti impostor disini. Dan gue ga mau dia tau semua yang kita rencanakan buat menangkap dia, kita harus berpencar dan siapapun bisa dicurigai, yang gerak-geriknya mencurigakan dia bisa jadi tersangka sementara sampai kita nemuin barang buktinya” kata Malik memecah hening diantara teman-temannya yang masih terlihat bingung.

“Zuhdan kemana? Bukannya tadi bareng lo nas?” tanya Hazem yang menyadari bahwa Anas hanya kembali seorang diri.

“gatau, gue udah pisah sama dia daritadi, gue abis ambil minum dulu tadi sori kalo telat” jawab anas.

“oke kita cari Zuhdan sekarang, dia bisa jadi tersangka pertama karena seperti yang kalian lihat dibajunya ada noda darah yang terlihat baru” Fajar mengambil inisiatif.

Diskusi selesai dan mereka semua pergi beranjak mencari zuhdan di sekitar area rumah mereka yang lumayan luas, mereka berpencar untuk menghemat waktu menemukan zuhdan. Malik memutuskan mencari disekitar lorong-lorong dan kamar, Hazem mencari di sekitar dapur, Fajar menuju balkon luar, Anas terlihat belum memutuskan akan pergi kemana karena ia sedang berfikir keras untuk melenyapkan barang bukti yang ada padanya dan terakhir Lutfi pergi mencari kearah gudang.

 

[chapter 3 : SUSPICIOUS] 

23:09

[Di gudang]

Malam semakin larut membuat mereka kelelahan mencari sosok Zuhdan yang tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. Lutfi menyalakan lampu dari ponselnya menyorot kedalam ruangan tak berpenghuni yang dipenuhi barang dan debu, dia sedikit menggeser meja didepannya yang menghalangi langkahnya menuju bagian dalam gudang, begitu meja berhasil tergeser Lutfi mendapati sosok Zuhdan yang diikat dan dibekap dalam keadaan pingsan. Lutfi berjongkok memastikan wajah pemuda dibawahnya adalah Zuhdan dan saat itu Lutfi belum tahu akan mengambil langkah bagaimana terhadap zuhdan.

TING!!

[From         : +201100288..

 Message : cepat pergi ke ruang tengah sekarang! Fajar adalah pembunuhnya karena beberapa jam sebelum kejadian dia terlibat pertengkaran dengan jadid yang membuatnya memiliki dendam kepada jadid]

Lutfi menerima pesan dari nomor yang tidak ia kenal, mengesampingkan rasa penasarannya terhadap nomor yang tidak dikenalnya, Lutfi tidak punya pilihan selain mengikuti perintah dalam pesan tersebut dan meninggalkan zuhdan, ia berfikir setelah pelakuya tertangkap ia akan kembali menyelamatkan Zuhdan.

***

22:40

[Di balkon]

Fajar menuju balkon luar untuk mencari Zuhdan, namun ia tidak mendapati seorangpun disana. Mudah saja menyisir tempat tersebut karena tidak ada barang apapun disana hanya pagar pembatas antara bagian luar dan dalam rumah. Setelah pencarian nya yang tidak membuahkan hasil Fajar akhirnya memutuskan untuk kembali ke ruang tengah tempat mereka berkumpul tadi, dan tiba-tiba ponselnya berbunyi,

TING!!

[From        : +201100288..

Message : temukan anas, anas adalah pembunuhnya karena ia menyembunyikan barang buktinya dan akan segera melenyapkannya sekarang. Cepat sebelum terlambat!]

Fajar tidak berfikir panjang saat menerima pesan dari nomor tak dikenal itu, yang ada di pikirannya hanyalah ia harus cepat menemukan Anas sebelum barang bukti tersebut lenyap, maka Fajar berlari kencang menuju ruang tengah tempat pertama untuk menemukan petunjuk berikutnya.

“ANAS!!!” Fajar memergoki Anas yang sedang berusaha menghacurkan potongan pipa tersebut menjadi beberapa bagian dan membuat pipa tersebut tidak tampak seperti barang yang dapat dipakai sebagai alat untuk membunuh.

“BERHENTI SEKARANG! LO PEMBUNUHNYA KAN? BENDA ITU BARANG BUKTINYA! NGAKU SEKARANG!!” bentak Fajar

Anas kehilangan alibi karena ia tidak memperhitungkan bahwa Fajar akan menemukannya dan mengetahui bahwa benda yang dipegangnya adalah barang bukti yang dicari oleh semua orang saat ini. Anas jelas tertangkap basah sedang berusaha melenyapkan benda tersebut membuat siapapun yakin bahwa ia adalah pelakunya.

Anas tidak menggubris perkataan Fajar dan memilih melanjutkan kegiatannya demi menjaga dirinya dari tuduhan menjadi tersangka nantinya. Fajar yang melihat Anas melanjutkan kegiatannya memutuskan untuk menghentikannya dengan mendorong Anas kuat-kuat. Anas sedikit tersungkur dari tempatnya semula dan berusaha meraih kembali pipa tersebut, Fajar langsung menginjak kuat tangan anas yang meraih pipa untuk menahannya, Anas sudah kehilangan kesabaran, waktu yang dimilikinya sempit sebelum teman-temannya menemukannya, ia memukul Fajar dengan tangan satunya yang dapat bergerak bebas, Fajar terjatuh akibat pukulan yang keras mengenai kepalanya, darah keluar dari pelipis matanya membuatnya pusing beberapa saat, saat fajar berusaha menyadarkan dirinya, ia melihat anas yang datang menghampirinya kemudian BUKKKKK Fajar kehilangan kesadarannya.

***

 

23:22

[Di ruang tengah]

Lutfi datang ke ruang tengah dengan nafas yang tersengal-sengal, setelah mengatur nafasnya kembali normal ia melihat Fajar yang sudah tak sadarkan diri dibawah Anas, Lutfi tidak mengerti apa yang terjadi disana dan tidak mengetahui bahwa barang yang dipegang Anas adalah barang bukti, Lutfi hanya berfikir kalau Anas juga mendapat pesan rahasia yang mengatakan bahwa Fajar adalah pelakunya dan mengeksekusinya seorang diri.

TING!!

TING!!

Bunyi ponsel anas dan lutfi tiba-tiba berdering bersamaan tanda pesan masuk, mereka segera membukanya

[From : +201100288..

Message : malik menyerang hazem]

“ANJ*NG! INI NOMER SIAPA SIH?” gerutu Lutfi

“lo dapet pesan yang sama kaya gue?” Anas bertanya

“iya, nomer ini juga yang nyuruh gue kesini dan ngasih tau gue kalo fajar pembunuhnya”

“hah?” Anas kaget mendengar jawaban Lutfi, ia berfikir kalau Lutfi menerima pesan yang mengatakan bahwa Fajar adalah pelakunya, mengapa Fajar datang justru menyerangnya? Anas menebak pasti Fajar juga mendapat pesan dari nomor yang sama dengan isi yang berbeda.

“denger ya fi, gue yakin ini jebakan, kita dijebak”

“maksudnya apa?”

“tadi Fajar dateng ke gue dan nyerang gue, bilang kalau gue pembunuhnya, pasti Fajar juga dapet pesan sama kaya lo dengan gue sebagai tersangkanya”

Lutfi bingung, tapi Anas segera mengajaknya pergi meninggalkan ruangan segera menuju tempat dimana Malik dan Hazem berada untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.

***


[chapter 4 : SUSPECT] 

23:00

[Di dapur]

Malik menghampiri Hazem yang sedang menggeledah dapur mencari Zuhdan, Malik kemudian menyerang hazem dari belakang menggunakan sebatang kayu yang ia bawa dari perjalanannya menuju dapur, Hazem terjatuh atas serangan dadakan yang diterimanya, saat ia membalik badan untuk mengetahui siapa yang menyerangnya, kepalanya kembali menerima hantaman pukulan yang keras.

Hazem berusaha tetap menjaga kesadarannya, matanya bengkak dan berair akibat pukulan dikepalanya, darah mengalir deras dari bagian kepalanya yang dipukul, ia merangkak dengan sisa tenaganya menjauh dari orang yang menyerangnya, Hazem dapat melihat seseorang didepannya dengan samar-samar, dengan hanya melihat bentuk tubuhnya ia yakin bahwa sosok dihadapannya adalah Malik, karena hanya Malik yang memiliki postur tubuh lebih besar dari teman-temannya.

“Malik? Tolongin gue” Hazem berusaha meraih tangan Malik, memohon bantuan untuk dilindungi dari orang yang menyerangnya.

“haha kenapa gue harus nolong lo?” Malik tertawa melihat Hazem yang memohon dengan putus asa.

“zem, lo tau gak sih? Gue dari dulu selalu nunggu waktu dimana gue bisa menghabisi kalian semua” Malik berbicara dingin dan membuat Hazem bingung, seketika atmostfer diantara keduanya menjadi tegang.

“entah siapapun yang bunuh jadid gue ga peduli, tapi ini waktu yang tepat buat gue menghabisi kalian semua, Jadid bagaikan tanda dimulainya kehancuran rumah ini, ibarat terompet yang ditiup oleh prajurit tanda peperangan dimulai” malik mendekati hazem pelan-pelan sambil menimang-nimang kayu ditangannya.

Tak banyak yang bisa dilakukan Hazem selain hanya bisa diam mendengarkan tapi sudah jelas bahwa penjelasan Malik memberikannya waktu untuk bersiap jika orang dihadapannya ini menyerang tanpa aba.

“lo tau mau kenapa? Karna gue muak sama sikap lo semua yang sok berkuasa dirumah ini, lo pikir lucu menjadikan gue sebagai bahan olok-olok kalian? Selama ini gue cuma diem bukan berarti gue bisa terima gitu aja. I never said it doesn’t hurt” Malik meringis tersenyum mengingat memori pahitnya yang menjadi korban bullying didalam rumah tersebut.

“lo harusnya sadar, kita ini sama, ga ada perbedaan kasta disini, tapi kenapa lo merasa superior disini? Lo menganggep gue rendah karena gue gabisa bersikap seperti lo yang mudah bergaul? Lo bilang gue ga asik karna gue gabisa mengikuti gaya hidup lo yang isinya cuma foya-foya? Jawab zem!” Malik meraih dagu Hazem dan mencengkramnya kuat-kuat membuat hazem kesakitan dan kesulitan berbicara.

“lo pernah denger ga? Ada yang bilang orang jahat adalah orang baik yang tersakiti” Malik tertawa kecil kemudian melanjutkan “gue bukan orang baik sih, tapi lo bayangin deh, kalau orang baik aja bisa jadi jahat karena disakiti apalagi gue ya kan?”

Malik sempat membuka ponselnya terlebih dahulu sebelum ia berkata

“lo harus terima ini zem dari rasa sakit yang lo tabung didalam diri gue” Malik kembali memukul Hazem dengan kayu ditangannya, tapi kali ini Hazem berhasil menghindar karna ia sudah jauh lebih siap menerima serangan, Hazem berguling kearah kanan dan berdiri cepat mendekati meja dapur, kemudian ia segera mengambil apapun yang ada disana untuk membantu dirinya melawan serangan malik.

Merasa terdesak, Hazem meraih gunting diatas meja dan langsung menusukkan ke dada kiri Malik saat Malik berlari menyerangnya, Malik melangkah mundur beberapa detik menyadari benda yang tertancap pada dadanya, melihat darah yang keluar dar isana Malik menjadi beringas menatap hazem penuh dendam.

Malik kembali berlari mengejar Hazem yang berusaha menyelamatkan dirinya, Hazem meraih benda apapun didepannya dan melemparkannya kepada Malik untuk memperlambat langkahnya, beberapa benda tersebut berhasil mengenai Malik dan menghentikan langkahnya, tapi Malik tetap mengejar Hazem sampai akhirnya Hazem terpojok, jalan didepannya sudah buntu dan dia tidak dapat lagi melarikan diri karena ruangan dapur tidak begitu besar, Malik kembali memukul Hazem dengan sekuat tenaga.

Hazem menelungkupkan kedua tangannya untuk melindungi kepalanya terpukul oleh Malik, namun serangan Malik yang tanpa ampun membuat Hazem kesakitan dan kehilangan tenaga untuk bertahan, sedikit demi sedikit pertahanan Hazem melonggar, Hazem sudah pasrah pada nasibnya sekarang yang akan berakhir tanpa perlawanan.

Ketika Hazem sudah sedikit kehilangan kesadarannya, saat itulah Lutfi dan Anas datang memasuki ruangan dapur dan menghentikan Malik.

***

Lutfi dan Anas berlari menuju dapur setelah mendapat pesan tersebut, sesampainya didapur Anas langsung berusaha menahan Malik yang menyerang Hazem, namun nahas, Anas justru terkena pukulan Malik yang sudah tidak lagi membedakan lawannya, Malik berpikir inilah yang ia mau bahwa ketika semuanya berkumpul disini ia akan menghabisi semuanya sekaligus.

Lutfi yang melihat Anas jatuh tersungkur segera mengambil inisiatif mendorong meja didekatnya dan menjatohkannya ke arah Malik yang sedang berjongkok untuk kembali menyerang Anas, Malik menghindar tapi sayang kakinya terjebak disana, terjepit dibawah meja dapur yang besar yang jatuh menimpanya.

Tangan Malik yang masih dapat beregrak bebas segera berusaha menyingkirkan meja tersebut, Anas yang melihat Malik akan bangkit kembali segera meraih tangan Malik dan memelintingnya membuat Malik berteriak kencang menahan sakit yang dirasakan kedua anggota tubuhnya.

“lo yang jebak kita kan? Ngaku lik! buat apa? Tanya Anas yang masih memelinting tangan Malik agar ia menjawab pertanyaannya.

“engga, gue kesini juga karna dapet pesan dari nomer ga dikenal” bantah Malik

“Lutfi coba lo telpon nomer itu sekarang” perintah Anas

Lutfi segera menelepon nomor tersebut dengan gemetar dan benar saja ponsel Malik berdering bersamaan dengan nada tunggu di ponsel Lutfi.

Melihat itu Anas kembali menguatkan lintingan tangan Malik dibawahnya membuat Malik menangis menahan sakit yang luar biasa.

“lo kenapa lik? Kenapa lo kaya gini?”

“gue bukan pembunuhnya nass, Jadid itu temen baik gue, bahkan disaat lo semua ketawa diatas penderitaan gue Jadid selalu ada buat nolongin gue” teriak Malik dalam isak tangisnnya

“gue sedih kehilangan Jadid, apalagi pas gue tau pembunuhnya salah satu diantara kalian jadi kenapa gak sekalian aja gue bunuh kalian semua”

“BRENGS*K” Anas emosi mendengarnya, ia juga sedih kehilangan Jadid tapi bukan berarti harus ada korban lagi.

“KENAPAA HARUS JADID?? KENAPA JADID YANG KALIAN BUNUH?? JADID ORANG YANG BAIK, KENAPA GAK KALIAN AJA YANG MATI!!” Malik menangis meraung-raung sambil terus meneriakkan kata-kata bahwa jadid tidak seharusnya mati.

Lutfi terdiam menyaksikan Malik dan Anas didepannya, lidahnya kelu kehilangan kata-kata atas apa yang didengarnya dari mulut Malik. Matanya berkaca-kaca melihat temannya yang tumbang satu persatu.

“LUTFI CEPET PANGGIL POLISI” perintah Anas kedua kalinya

***

02:07

Polisi datang..

***


[chapter 5 : UNSLOVED]

[Surat Pemberitahuan Hasil Autopsi]

No           : XXXXXX

Lampiran : -

Perihal   : hasil autopsi

 

Kepada  YTH,

Bersama ini kami lampirkan bahwa identitas mayat sebagai berikut :

Nama              : Tn Jadid

Umur              : 21 tahun

Jenis kelamin  : laki-laki

Pekerjaan      : Mahasiswa

Bahwa orang tersebut diduga mengalami gegar otak bagian dalam yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah didalam sehingga menimbulkan beberapa luka lebam ditubuhnya, juga korban mendapat pukulan keras yang membuatnya terluka, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuhnya sehingga kami simpulkan bahwa korban murni terjatuh dan tertimpa benda yang dapat melukai tubuhnya.

 

 

Lutfi membacakan isi surat tersebut didepan Malik yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit, 3 hari setelah kejadian tersebut Lutfi datang menjenguk dengan membawakan kabar yang sangat mengejutkannya hari itu, bahwa ternyata Jadid tidak dibunuh melainkan hanya kecelakaan atas dirinya sendiri.

Malik hanya bisa diam karena selang yang masuk kedalam mulutnya untuk membantunya bernafas membuatnya tidak dapat berbicara, namun matanya jelas mengekspresikan bahwa ia terkejut dengan hasil autopsi tersebut.

Malik mengalami cedera parah yang mengakibatkan kakinya lumpuh sementara, juga patah tangan sebelah kanannya akibat insiden malam itu, Malik dan teman-teman lainnya mendapatkan pertolongan pada malam itu dan segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatatan lebih lanjut.

Lutfi berjalan mendekati Malik yang masih diam mencerna semuanya, kemudian Lutfi membisikkan kalimat yang membuatnya membelalakkan mata mendengarnya.

“terimakasih Malik, lo udah mewakili gue buat menghabisi mereka semua” Lutfi tersenyum tapi tidak dengan Malik yang bingung.

“ah maaf kalau bikin lo kaget, sebenarnya, gue gabutuh alasan buat menghabisi kalian semua, gue cuma mau bersenang-senang aja” Lutfi tertawa kecil dan melanjutkan dialognya

“lo pasti ga nyangka, yang lo liat sebenernya bukan seperti yang lo liat haha.okey, gue jelasin semuanya yaa biar lo ga bingung, dimulai dari Jadid

lo pikir Jadid murni kecelakaan? Unfortunately no dude, gue tau Jadid teman baik lo itu mau pergi ke kamar mandi jadi gue sengaja bikin jebakan disana dengan menuangkan cairan bening pembersih lantai yang bikin lantainya jadi licin dan wusshh Jadid jatoh disana, gue sengaja menjatuhkan pipa dari ventilasi kamar mandi yang jadi terlihat seperti barang bukti sama Anas, selanjutnya gue pengen makan ayam dan minta tolong Zuhdan buat masak dan potong ayam yang gue bawa tapi sedihnya ternyata darah ayamnya terkena baju Zuhdan, Zuhdan pun dicurigai Anas, kasihan dia..

Setelah gue selesai sama Jadid dan Zuhdan gue balik ke ruang depan buat ngajak lo sama Anas mabar, seperti yang gue harapkans seseorang pergi ke kamar mandi dan menemukan Jadid, dan Anas adalah orangnya tapi ternyata Anas justru berusaha menyelamatkan Zuhdan dengan cara menyembunyikan barang buktinya nantinya, padahal gue udah meletakkan potongan pipa lainnya di lemari lo hahaha what an unlucky me

Kenapa gue taro di lemari lo? Karena gue berharap lo yang dituduh lik, pipa yang gue taro di lemari lo bisa jadi bukti yang kuat, kita ga butuh alesan lagi buat menangkap lo kalau bukti udah didepan mata, juga karena Jadid teman baik lo, lo pasti ga akan terima dituduh begitu aja dan lo akan membalaskan dendam lo ke mereka semua atas diri lo dan juga atas kematian Jadid si teman baik lo

Dalam waktu yang berbeda, gue ga sengaja beberapa kali liat lo nangis sendiri setelah lo diperlakukan menyedihkan sama mereka, mata lo gabisa bohong lik, sorot mata lo penuh dendam ketika menatap mereka, dan gue harus memanfaatkan itu

Gue juga yang menjebak Jadid dengan journalnya Fajar yang gue ambil dan menaruhnya di dalam lemarinya, selanjutnya gue minta tolong Fajar untuk mengambilkan kaos gue yang sengaja gue taruh dilemari Jadid, jadi dia bisa liat dengan sendiri bahwa journalnya ada disana

Dan lagi-lagi, gue minta tolong lo buat ambil air di kulkas yang letaknya di samping kamar Jadid  jadi bikin lo berspekulasi bahwa Fajar menyimpan dendam kepada Jadid karena pertengkaran mereka yang lo denger waktu lo lagi ambil air

Is it true???? Pasti Fajar orang pertama yang akan lo habisi karena dia yang paling mencurigakan dimata lo, sisanya gue hanya menunggu pertunjukan dari aksi lo”

Malik menatap tajam Lutfi, menahan emosi yang memuncak memenuhi dirinya mendengar apa yang dikatakan Lutfi, bahwa ternyata ia adalah korban yang dimanfaatkan Lutfi melalui emosinya

“gue tau Anas yang mau melenyapkan barang buktinya karena Anas tidak langsung memanggil kita semua untuk melihat kondisi Jadid waktu dia jadi orang pertama yang lihat, jauh dari rencana gue sebelumnya jadi gue mau cepat selesaikan malem itu dengan cara gue yang manggil kalian buat liat kondisi Jadid, seperti yang gue lihat udah ga ada arang buktinya didalam sana dan pastilah Anas yang mengambilnya

I guess, lo yang dateng terakhir ga sengaja lihat anas yang lagi berusaha menyembunyikan pipa yang diambilnya kan?”

“semua berjalan persis seperti yang seharusnya berjalan, malik. Bahwa lo yang akan memimpin pertunjukan ini, gue ikutin permainan lo yang berusaha mengecoh kita dengan cara mengirimkan pesan dari nomer yang kita ga tau, gue tau ponsel lo punya dua sim card dan yang tersimpan hanya satu di dalam kontak kita semua, dengan ter kecohnya kita semua karena saling menuduh satu sama lain akan memudahkan lo buat balesin dendam lo satu persatu ke kita semua, ya kan?

Tapi, pasti lo ga menduga kalo anas bakal sadar ternyata kita semua dijebak sama lo? sama, gue juga ga nyangka haha. Padahal gue menunggu lo mengeksekusi semuanya lebih dulu tapi sayangnya gue harus melakukan perintah anas karena gue juga harus berpura-pura ikut menjadi korban dalam permainan lo, dan ah iya pesan yang mengatakan Malik menyerang Hazem itu cuma gimmick dari lo biar lo terlihat sama menyedihkannya jadi korban yang dijebak kan? Hfftttt so tragic

Tapi lik? walaupun lo gagal menghabisi mereka semua gue tetep berterima kasih sama lo, karena sekarang Jadid sudah terbukti kecelakaan pribadi, dan lo? Lo tetap jadi penjahatnya disini hehe, take a recorvery soon bro..

Jangan lupa makan dan minum obat biar kaki lo bisa normal lagi buat kita seru-seruan main bareng lagi”

Lutfi tersenyum menepuk bahu Malik pelan dan berbalik berjalan santai meninggalkan malik yang terdiam menatap tidak percaya pada apa yang didengarnya.

 

END-

 

 

Related Posts

Ikatan Keluarga Abiturien Attaqwa Mesir
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Subscribe Our Newsletter

    Belum ada Komentar untuk "“UNSOLVED”"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel