Oleh: Alfan Agung Prabowo 

ABSTRAK:

Toleransi merupakan sebuah sikap atau perilaku manusia yang mengikuti aturan, di mana seseorang dapat menghargai, menghormati sesama orang lain. Istilah toleransi dalam konteks bermasyarakat dan beragama berarti melarang adanya perbuatan diskriminasi terhadap sebuah kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu Masyarakat. Islam merupakan sebuah agama yang mengajarkan pemeluknya untuk selalu menghormati kepada sesama muslim (agama) ataupun dengan non-muslim (yang berbeda), serta menjaga kesucian akan kebenaran ajaran agama Islam. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Tujuan kita saling ber-toleransi ialah menciptakan kedamaian sehingga tidak adanya permusuhan, perkelahian, serta segregasi antar kehidupan umat bermasyarakat dan beragama.

PENDAHULUAN:

Konteks kerukunan antar suku, ras, dan budaya di berbagai golongan menjadi bahasan yang paling menonjol dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata Agama merupakan sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa serta kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Bisa kita simpulkan bahwa agama merupakan ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi. Sebuah ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.

Di setiap individu manusia tidak terlepas dari lingkungan bermasyarakat dan beragama. Mereka hidup dengan berbagai ras, suku, adat istiadat, dan agama yang berbeda-beda berkumpul menjadi satu. Tentunya tidak mudah hidup berdampingan dengan sudut pandang yang berbeda-beda, seakan membutuhkan ikatan untuk menyatukan itu semua demi menciptakan suasana yang rukun, penuh dengan cinta, dan kasih sayang, sehingga terciptalah kehidupan yang penuh ketentraman dan kedamaian. Ikatan itu biasa kita sebut dengan toleransi. 

Dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama, kata toleransi memiliki beragam makna, beragam tafsir, juga beragam maksud.  Pada umumnya, toleransi memiliki makna saling memahami dan saling mengerti satu sama lain. Akan tetapi, dewasa ini banyak orang yang menyalahgunakan makna toleransi itu sendiri. Seperti halnya dalam menggunakan pemahaman itu pada konteks agama misalnya, banyak dari mereka yang salah paham dalam memaknai konsep toleransi dalam hal beragama. Oleh karena itu   agar tidak terjadi salah paham, perlu kiranya untuk membahas secara rinci maksud daripada toleransi tersebut.  

KAJIAN TEORI:

1.       Toleransi dan intoleransi

Dalam mengkaji isu toleransi, kita menemukan sebuah gambaran yang berbeda. Yaitu tidak ada kata bahasa Arab yang sepadan untuk mengartikan apa yang dipahami sebagai “tolerance” (toleransi) dalam bahasa Inggris. Namun, kata yang sesuai dipergunakan untuk mendekatkan kata toleransi ini adalah تسامح, yang menjadi istilah modern dan sesuai bagi toleransi. Bentuk akar dari kata ini mempunyai dua macam konotasi: “kemuliaan hati” (jud wa karam)[1] dan “kemudahan” (tasahul). Hingga makna ini yang selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang dada atau terbuka (welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia[2].

Di Barat, kata “toleransi” itu menunjukkan adanya sebuah otoritas berkuasa, yang dengan enggan bersikap sabar atau membiarkan orang lain yang berbeda. Namun, dalam Islam kata “tasamuh” yang menjembatani kata toleransi justru menunjukkan kemurahan hati dan kemudahan dari kedua belah pihak atas dasar saling pengertian. Istilah itu selalu dipergunakan dalam bentuk resiprokal (hubungan timbal balik). Dengan demikian toleransi dalam Islam bisa dimaknakan membangun sikap untuk saling menghargai, saling menghormati antara satu dengan lainnya.

Kata toleransi mempunyai lawan kata yang sering disebut dengan Intoleransi. Dalam bahasa Arab, kata intoleransi sama seperti kata toleransi yang tidak mempunyai arti yang tepat, namun kata intoleransi sering disebut dengan ta’ashub. Artinya mereka memihak sikap fanatik terhadap suatu golongan dengan mengajak orang lain agar membela golongannya dan bergabung bersamanya dalam rangka memusuhi lawannya baik dalam kondisi terzhalimi atau men-zhalimi. Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) kata toleransi ialah ketiadaan tenggang rasa[3]. Istilah ini tentu memiliki arti yang berbanding terbalik dengan toleransi. 

Namun, dalam mengaplikasikan kata toleransi dan intoleransi dalam kehidupan bermasyarakat, seringkali kita perhatikan sebuah kekeliruan antara keduanya. Kasus yang sering terjadi banyak orang yang selalu membanggakan dirinya bahwa mereka mengedepankan prinsip toleransi dalam hal apapun. Tapi siapa sangka yang ia lakukan malah berbanding terbalik dengan kata toleransi. Banyaknya kontroversi yang sering terjadi dalam memahami makna toleransi dan intoleransi yang dapat membuat sebuah tindakan atau perlakuan tidak adil, kerugian fisik atau materi, dan mental atau kepribadian, serta terjadinya ancaman kekerasan, ancaman kerukunan, dan lain lain. Oleh karena itu, memahami makna toleransi dan intoleransi sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. 

2.      Toleransi dalam sudut pandang Islam

Konsep toleransi dan kerukunan antar umat beragama merupakan dua bentuk yang tidak bisa dipisahkan, karena adanya hubungan kausalitas[4] antara keduanya. Kerukunan berdampak pada toleransi dan sebaliknya toleransi menghasilkan kerukunan. Keduanya menyangkut hubungan antar sesama manusia. Jika kerukunan antar umat beragama, intern umat seagama, dan umat beragama dengan pemerintahan terbangun serta diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, maka akan muncul toleransi antar umat beragama[5]. Dalam hal ini tentunya agama Islam sudah menjelaskan sangat detail tentang toleransi dalam sudut pandangnya.

Ajaran Islam mengajarkan untuk selalu berkerjasama dengan orang lain serta saling tolong menolong sesama manusia. Hal ini menggambarkan bahwa agama Islam merupakan agama yang mempunyai jiwa toleransi yang kuat dengan menjaga kerukunan antar sesama muslim maupun dengan non-muslim. Akan tetapi, jika ada perbuatan intoleran yang timbul dan memberikan dalih bahwasannya Islam adalah agama yang intoleran, ketahuilah bahwa itu merupakan kesalahpahaman dalam memaknai Islam dan toleransi itu sendiri.

Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang toleransi. Salah satu dari sekian banyak contohnya seperti yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama ialah adanya keterpaksaan dalam memeluk agama Islam. Padahal dalam Islam telah dijelaskan dalam Al-Qur’an  [6](لكم دينكم وليدينBagimu agama-mu bagiku agama-ku. Kasus-kasus ini sering terjadi karena adanya kesalahpahaman dalam memaknai sebuah kalimat. Seperti pada ayat lain yang menjelaskan bahwa Islam memandang tidak adanya pemaksaan dalam memeluk agama Islam.

لاَ اِكرَه في الدّين قد تبيّن الرّشد من الغيِّ فمن يكفر بالطاغوت ويئمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها والله سميع عليم[7]

“Tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam. Sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada tagut dan beriman kepada allah, maka sungguh dia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan terputus. Allah Maha Mendengar, Allah Maha Mengetahui.”

Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Azhar, pada ayat di atas, beliau menjelaskan bahwa Islam tidak memperbolehkan pemaksaan dalam memeluk agama. Akan tetapi  mengajak orang untuk berfikir tentang kebenaran risalahnya merupakan sebuah hal yang diperbolehkan. Baginya pemaksaan dalam memeluk agama dapat menjadikan keagamaan seseorang menjadi palsu dan dapat menimbulkan pertentangan.

Agama Islam sangatlah menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Dalam Al-Qur’an telah banyak menjelaskan tentang bagaimana mengatur hubungan antar umat bermasyarakat dan beragama. Oleh sebab itu sikap toleran setiap umat muslim wajib dimilikinya, begitu juga sikap toleran kepada umat agama lainnya, seperti berbuat adil pada siapapun yang berbeda agama, menghormati prinsip agama masing-masing, menghormati dalam hal beribadah, dan lain-lain. Dengan menjunjung tinggi nilai toleransi, menjadikannya salah satu risalah yang penting dalam teologi Islam. Islam melarang sikap mencela terhadap sesama manusia. Maka dari itu, dalam Islam tidak mengajarkan adanya sikap diskriminatif terhadap agama lainnya.

3.       Toleransi ala Nabi Muhammad SAW

Rasulullah Saw. diutus ke muka bumi ini untuk menyampaikah risalah Islam sebagai rahmat bagi umat  manusia dan juga alam semesta. Beliau diturunkan di kota Makkah yang dihuni oleh orang-orang jahiliah yang mana pada saat itu tidak ada toleransi. Peperangan, keributan, konflik, serta perlakuan jelek lainnya terjadi pada zaman itu, sehingga disebutlah mereka dengan nama “kaum jahiliyah”. Agaknya kita berpikir bagaimana cara Rasulullah merangkul mereka, mengajak mereka ke jalan yang benar. Bagaimana pula beliau menghadapi orang-orang yang enggan menerima dakwahnya sehingga pada akhirnya banyak dari mereka yang menerima dakwahnya Rasulullah dan banyak yang masuk Islam. Hal ini tidak lain karena Rasulullah mempunyai sifat yang mulia, sabar, lemah lembut, serta selalu mengedepankan sikap toleransi kepada mereka.

Ketika Rasulullah SAW berhijrah ke Kota Madinah, salah satu tindakan yang beliau lakukan ialah mempersaudarakan Kaum Muhajirin dengan Kaum Ansar. Kaum Muhajirin ialah kaum muslimin yang berhijrah bersama Rasulullah dari kota Makkah ke kota Madinah yang dahulu bernama Kota Yatsrib. Sedangkan kaum Ansar ialah kaum muslimin yang menetap atau tinggal di Madinah dan menerima hijrahnya Nabi SAW[8]. Kaum Ansar memiliki sifat yang sangat ramah, mereka selalu rela membantu kaum Muhajirin apa yang kaum Muhajirin butuhkan, layaknya seperti saudara yang sudah lama tidak bertemu.

Dengan cara mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, Rasulullah secara langsung mengajarkan kepada kita tentang toleransi. Tujuan Beliau menyatukaan dan mempersaudarakan Kaum Muhajirin dengan Kaum anshar ialah supaya tercipta rasa persaudaraan dan kekeluargaan, sehingga terciptanya saling tolong menolong dan mewarisi satu sama lain. Hal ini dapat kita nilai betapa indahnya toleransi yang diajarkan oleh Rasulullah dengan mempersaudarakan dua suku yang berbeda demi mewujudkan tali persaudaraan yang kuat.

Tidak hanya dengan sesama muslim saja, tapi Rasulullah juga mencontohkan sikap toleransi kepada non-muslim. Pada awal mula hijrah ke Madinah, Rasulullah membuat Piagam Madinah demi mempersatukan masyarakat Yatsrib untuk membuat kesepakatan bersama. Kesepakatan ini bertujuan untuk mempertahankan wilayah mereka dari setiap ancaman dan juga untuk melindungi kebebasan beragama dan beribadah.

Piagam Madinah mempersatukan Umat Islam dengan Yahudi untuk terikat janji dengan saling menjaga keamanan Kota Yatsrib. Dalam perjanjian itu juga ditetapkan dan diakuinya hak kemerdekaan tiap-tiap golongan untuk memeluk dan menjalakan agamanya. Kesepakatan ini juga merupakan salah satu perjanjian politik yang memperlihatkan kebijaksanaan dan toleransi Nabi Muhammad SAW. Perjanjian tersebut menjamin hak-hak sosial serta hak religius untuk orang Yahudi dan muslim.    

Dari peristiwa-peristiwa di atas, dapat kita simpulkan bahwa sikap toleransi yang diajarkan Rasulullah sangat indah, beliau mempersatukan dua suku yang mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda, serta melakukan perjanjian dengan kaum Yahudi demi terciptanya ketentraman dan kedamaian.  Rasulullah juga mengajarkan kepada kita bahwa toleransi ada batasnya, seperti:

·         Jangan mencampur adukkan akidah maupun syariat dengan agama lain.

·         Jangan membenarkan dan mengakui agama lain, cukup menghargai saja.

·      Jangan mengikuti perayaan besar agama lain, apalagi yang bersangkutan dengan ibadahnya dan juga tidak mengucapkan pada ibadah dan hari raya mereka (penggalan terakhir merupakan khilafiyyah).

Sikap toleran yang juga diajarkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, juga generasi setelahnya, baik terhadap sesama muslim ataupun dengan yang lain agama, merupakan contoh yang patut kita teladani. Semua umat beragama boleh berkarya, muslim maupun non-muslim. Tidak ada batasan bagi tiap orang untuk berkarya, serta tidak ada juga batasan fisik, bahasa, dan suku. Seperti sabda Nabi Saw:

كلكم لآدم وآدم من تراب ألا لا فضل لعربي على اعجمي الا بالتقوى (رواه أحمد)

Artinya: “Kamu semua adalah keturunan Adam, sedangkan Adam diciptakan dari debu. Tidak ada perbedaan Arab dengan yang lainnya kecuali dengan ketaqwaan. (HR. Ahmad)[9]

Dalam kehidupan, sosial Rasulullah juga memerintahkan untuk selalu mempunyai sikap toleransi dengan siapapun. Seperti halnya dalam bermuamalah dengan masyarakat, dalam hal jual beli, dalam hal pekerjaan, dan lain sebagainya. Hal ini demi menjaga kerukunan antar umat manusia agar terciptanya lingkungan yang harmonis, saling tolong menolong, saling mengerti, serta saling menghargai satu sama lain.

4.    \Bercermin sikap toleransi dari Al-Azhar dan Mesir.

Jika mendengar kata Mesir, tentu tidak asing lagi dengan pengalaman peradabannya. Banyaknya macam ilmu pengetahuan, ideologi, serta berbagai macam mazhab dalam fikih Islam ada di Mesir,  sehingga menjadikan negara ini sebagai salah satu negara yang mempunyai tingkat toleransi yang tinggi. Hal ini tidak luput juga peranan Al-Azhar Asy-Syarif sebagai lembaga keilmuan Islam tertua di dunia dan menjadi kiblat keilmuan Islam yang sudah lama berdiri kokoh di atas tanah Mesir.

Mesir merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya muslim. Masyarakat Mesir dikenal sebagai masyarakat yang ramah, bukan hanya ramah kepada sesama penduduk pribumi saja, namun juga ramah tehadap orang asing, apalagi kepada mereka yang berstatus sebagai pelajar di Al-Azhar. Mereka sangat menghargai pelajar di Al-Azhar, mereka seperti menganggap orang asing yang belajar di Al-Azhar adalah saudaranya. Selalu mengasihi, memberi, dan memahami. Tapi tidak semua masyarakat Mesir yang memiliki sikap ramah seperti itu. Namun sikap baik itu semua tidak luput salah satunya berkat dari peran Al-Azhar sebagai intitusi keislaman dan mempunyai efek yang sangat kuat bagi masyarakat Mesir.

Peran Al-Azhar dalam membangun lembaga keilmuan merupakan sebuah pencapaian yang patut kita apresiasikan dan kita syukuri sebagai muslim. Dalam hubungan toleransi, Al-Azhar sangatlah mengedepankan sikap toleran. Bagaimana tidak, berbagai macam negara dari pelosok dunia, suku, ras, budaya, warna kulit, juga berbagai macam mazhab dalam fikih Islam, dapat berkumpul di Al-Azhar untuk mengambil ilmu dari sini. Makanya tidak heran banyak orang yang mengenal negeri Mesir ini ialah dari peran Al-Azhar itu sendiri dalam dunia keilmuannya.

Toleransi yang Al-Azhar ajarkan kepada kita semua tidak hanya terpaut sesama muslim saja, Al-Azhar juga mengajarkan toleransi kepada saudara kita yang non-muslim. Hal ini seperti yang dicontohkan oleh Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Ahmad Thayyib dalam menghadiri acara silaturahmi dengan Paus Fransiskus di Vatikan, Italia. Tentunya pertemuan ini adalah pertemuan yang sangat bersejarah dalam umat bergama. Bagaimana tidak, bertemunya dua sosok panutan dari umat muslim dan kristiani, yang mempunyai sudut pandang yang berbeda, berkumpul dalam satu tempat. Bahkan dalam sambutannya, Syekh Ahmad Thayyib sangat merindukan dan menunggu kehadiran Paus Fransiskus untuk datang  dan mengunjungi Negeri Mesir ini. Di sinilah peran Al-Azhar yang membangun keindahan toleransi dengan saudara yang non-muslim dalam konteks umat bermasyarakat dan beragama.  

Tidak berhenti di situ saja, apa yang dilakukan oleh Syekh Ahmad Thayyib dengan mengunjungi ke Vatikan, dibalas juga oleh Paus Fransiskus dengan mengunjungi Mesir, tepat pada tanggal 28 April 2017 di Cairo. Pertemuan ini disambut hangat oleh Syekh Ahmad Thayyib dan juga masyarakat Mesir. Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Ahmad Thayyib mengucapkan rasa syukur kepada Paus Fransiskus atas kunjungannya ke Mesir dan Al-Azhar. Pertemuan ini merupakan pertemuan yang sangat ditunggu oleh masyarakat Mesir dan Al-Azhar. Kata Syekh Ahmad Thayyib Kunjungan yang dilakukan oleh beliau ialah kunjungan untuk menyebarkan keselamatan kepada umat manusia”.[10]

Dari peristiwa di atas dapat kita gambarkan betapa indahnya toleransi antar umat beragama yang dicontohkan oleh dua orang penting yang merupakan pemuka agamanya masing-masing. Bagaimana seorang Grand Syekh Al-Azhar Syekh Ahmad Thayyib bersilaturahmi kepada Paus Fransiskus. Hal ini juga merupakan kebanggan tersendiri bagi Al-Azhar serta masyarakat Mesir dan umumnya bagi umat beragama. Al-Azhar dan Mesir memberikan kita sebuah pelajaran berharga bahwa berbeda keyakinan bukan berarti kita harus saling mencela, saling mencaci, dan saling mengejek. Akan tetapi membuat kita saling memahami, saling mencintai, saling menghargai, serta saling mengasihi satu sama lain.

PENUTUP:

Demi menjalankan kehidupan yang tenang, tentram, dan damai yang merupakan cita-cita seluruh umat manusia. Perlu untuk memahami makna toleransi yang sangat beragam itu. Dapat disimpulkan bahwa toleransi ialah saling mengerti dan saling menghargai satu sama lain. Dalam agama Islam, konsep toleransi tidak terlepas dari tuntunan Al-Qur’an dan sunah nabi. Dari berbagai macam ayat Al-Qur’an dan sunnah nabi, jelas bahwa Islam sangat menjunjung tinggi sikap toleransi. Rasulullah juga telah mencontohkan bagaimana cara bermuamalah dengan keluarganya, sahabatnya, bahkan dengan yang non-muslim. Oleh karena itu, dengan mengedepankan sikap toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama, kita mengharapkan tidak adanya rasa kebencian dan dendam di berbagai kalangan kehidupan manusia, demi terciptanya kehidupan yang tenang dan damai.


DAFTAR PUSTAKA: 

Abdussalam, Muhammad. Al-Imam wa al-Baba wa al-Thoriq al-Sho’bi. (Dar- al-Hukama).

Ahmad ibn Hanbal. Musnad Imam Ahmad ibn Hanbal.

Ibnu al-Mandzur, Jamaluddin Muhammad bin Mukram. Lisan al-
Arab (Beirut: Dar Shadir. Cet ke-1. t. th).

Departemen pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, gramedia 2005).

Salman, Abdul Malik, 1993. al-Tasâmuh Tijâh al-Aqaliyyât ka
Dharûratin li al-Nahdhah
. (Kairo: The International Institute of Islamic
Thought).

Showabi, Sa’id Muhammad, Shiroh Tahlili Fatroh al-Makki wa al-Madani. (Muqarrar Ushuluddin Tk. 3)

‘Iyad, Muhammad Nadhir, al-Tasamuh fi al-Hadharat al-Islam 1 (Majalah Al-Azhar, November 2022)

QS. Al-Kafirun (6)

QS. Al-Baqarah (256)

8] Sa’id Muhammad Showabi. Muqorror Shiroh Tahlili Fatroh al-Makki wa al-Madani. hal-234

[9] Ahmad ibn Hanbal. Musnad Imam Ahmad ibn hanbal. Hal 411

[10] Muihammad abdussalam. Al-Imam wa al-Baba wa al-Thoriq al-Sho’bi. Hal 85

Jurnal dan website:

Arifin, Bustanul, Konsep Toleransi dalam Perspektif Islam. Jurnal Sekolah Tinggi Agama Islam Attahdzib Rejoagung. Vol 1, no 2, Tahun 2016 

Rasyid, Muhammad Makmun, Islam Rahmatan lil Alamin Perspektif KH. Hasyim Muzadi. Jurnal Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an Al-Hikam Depok. Vol 11, No 1, Tahun 2016.

(https://unissula.ac.id) Toleransi Beragama Sesuai Syariat Islam

(https://cimahikota.go.id) Toleransi Dalam Perspektif Islam

 

Related Posts

Ikatan Keluarga Abiturien Attaqwa Mesir
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Subscribe Our Newsletter

    Belum ada Komentar untuk "Mengulas Keragaman Makna Toleransi dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Beragama"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel