Betapapun ia adalah salah satu sendi dalam agama islam, tetap memerlukan adab dan tata caranya sendiri.
Sebab, seringkali orang bukannya tidak mau menerima kebenaran yang disampaikan, tetapi ia tidak menerima cara kebenaran itu disampaikan. Maka nasehat-nasehat yang baik tetap harus menjaga perasaan juga kehormatan saudara kita; karena itu adalah hak persaudaraan kita.
Adalah Harun ibn ‘Abdillah, seorang ulama ahli hadits yang juga pedagang kain di kota Baghdad, menceritakan betapa ihsannya seorang Ahmad ibn Hambal dalam mengkritik dan memberi nasehat.
Suatu hari Harun ibn ‘Abdillah berkisah, “saat malam beranjak larut, pintu rumahku diketuk”. “Siapa?” tanya ku.
“ahmad”, jawab orang diluar pelan.
“Ahmad yang mana ..?” tanyaku makin penasaran.
“ibn Hambal”, jawabnya pelan.
Subhanallah, itu guruku..! kataku dalam hati.
Maka kubuka pintu. Kupersilahkan beliau masuk, dan kulihat beliau berjalan berjinkat, seolah tak ingin terdengar langkahnya. Saat kupersilahkan untuk duduk, beliau menjaga agar kursinya tidak berderit mengeluarkan suara.
“wahai guru, ada urusan penting apakah sehingga dirimu mendatangiku selarut ini.. ?”
“maafkan aku ya Harun.. aku tahu biasanya engkau masih terjaga meneliti hadits selarut ini, maka akupun memberanikan diri mendatangimu. ada hal yang mengusik hatiku sedari siang tadi.”
Aku terkejut. Sejak siang...?” Apakah itu wahai guruku.
“hmm begini...” suara Ahmad ibn Hambal sangat pelan, nyaris berbisik.
“siang tadi aku lewat disamping majelismu, saat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Aku saksikan murid-muridmu terkena terik sinar mentari saat mencatat hadits-hadits, sementara dirimu bernaung dibawah bayangan pepohonan. Lain kali, janganlah seperti itu wahai Harun. Duduklah dalam keadaan yang sama sebagaimana murid-muridmu duduk.
Aku tercengan, tak mampu berkata.
Maka beliau berbisik lagi, mohon pamit, melangkah berjinkat dan menutup pintu hati-hati.
Atau kisah imam Malik ibn Anas, ketika terdengar kabar bahwasanya imam Laits ibn Sa’ad tidak menjadikan Amal Ahl Madinah sebagai hujjah dalam menetapkan sebuah hukum. Maka Imam Malik ibn Anas megirim surat kepada imam Laits ibn sa’ad agar lebih memperhatikan Amal Ahl Madinah dalam menetapkan sebuah hukum.
***
Inilah Imam Ahmad ibn Hambal dan Imam Malik ibn Anas, Begitu mulianya akhlak mereka dalam menyampaikan nasehat.
Beliau bisa saja meluruskan langsung saat melintasi majelisnya Harun ibn ‘Abdullah. Tapi itu tidak dilakukannya demi menjaga wibawa dihadapan murid-muridnya. Beliau juga rela menunggu hingga larut malam agar tidak ada orang lain yang mengetahui kesalahannya. Bahkan beliau berbicara dengan suara yang sangat pelan dan berjingkat saat berjalan, agar tidak ada anggota keluarganya yang terbangun.
Atau jika memang mendatanginya berat, kirimilah surat sebagaimana yang imam Malik ibn Anas lakukan.
Lagi-lagi ini demi menjaga wibawa dan persaudaraan.
يقول إمامنا الشافعي:
تعمّدني بنُصحك في انفرادي - وجنّبني النصيحة في الجماعة
فإن النصح ببن الناس نوع - من التوبيخ لا أرض استماعة
وإن خالفتني وعصيت قولي - فلا تجزع إذا لم تعط طاعة
Imam syafii pernah berkata,
Nasehati aku kala sendiri, jangan dikala ramai dan banyak saksi.
Sebab nasehat ditengah khalayak terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak.
Maka maafkan jika hatiku berontak.
~Fay
Sebab, seringkali orang bukannya tidak mau menerima kebenaran yang disampaikan, tetapi ia tidak menerima cara kebenaran itu disampaikan. Maka nasehat-nasehat yang baik tetap harus menjaga perasaan juga kehormatan saudara kita; karena itu adalah hak persaudaraan kita.
Adalah Harun ibn ‘Abdillah, seorang ulama ahli hadits yang juga pedagang kain di kota Baghdad, menceritakan betapa ihsannya seorang Ahmad ibn Hambal dalam mengkritik dan memberi nasehat.
Suatu hari Harun ibn ‘Abdillah berkisah, “saat malam beranjak larut, pintu rumahku diketuk”. “Siapa?” tanya ku.
“ahmad”, jawab orang diluar pelan.
“Ahmad yang mana ..?” tanyaku makin penasaran.
“ibn Hambal”, jawabnya pelan.
Subhanallah, itu guruku..! kataku dalam hati.
Maka kubuka pintu. Kupersilahkan beliau masuk, dan kulihat beliau berjalan berjinkat, seolah tak ingin terdengar langkahnya. Saat kupersilahkan untuk duduk, beliau menjaga agar kursinya tidak berderit mengeluarkan suara.
“wahai guru, ada urusan penting apakah sehingga dirimu mendatangiku selarut ini.. ?”
“maafkan aku ya Harun.. aku tahu biasanya engkau masih terjaga meneliti hadits selarut ini, maka akupun memberanikan diri mendatangimu. ada hal yang mengusik hatiku sedari siang tadi.”
Aku terkejut. Sejak siang...?” Apakah itu wahai guruku.
“hmm begini...” suara Ahmad ibn Hambal sangat pelan, nyaris berbisik.
“siang tadi aku lewat disamping majelismu, saat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Aku saksikan murid-muridmu terkena terik sinar mentari saat mencatat hadits-hadits, sementara dirimu bernaung dibawah bayangan pepohonan. Lain kali, janganlah seperti itu wahai Harun. Duduklah dalam keadaan yang sama sebagaimana murid-muridmu duduk.
Aku tercengan, tak mampu berkata.
Maka beliau berbisik lagi, mohon pamit, melangkah berjinkat dan menutup pintu hati-hati.
Atau kisah imam Malik ibn Anas, ketika terdengar kabar bahwasanya imam Laits ibn Sa’ad tidak menjadikan Amal Ahl Madinah sebagai hujjah dalam menetapkan sebuah hukum. Maka Imam Malik ibn Anas megirim surat kepada imam Laits ibn sa’ad agar lebih memperhatikan Amal Ahl Madinah dalam menetapkan sebuah hukum.
***
Inilah Imam Ahmad ibn Hambal dan Imam Malik ibn Anas, Begitu mulianya akhlak mereka dalam menyampaikan nasehat.
Beliau bisa saja meluruskan langsung saat melintasi majelisnya Harun ibn ‘Abdullah. Tapi itu tidak dilakukannya demi menjaga wibawa dihadapan murid-muridnya. Beliau juga rela menunggu hingga larut malam agar tidak ada orang lain yang mengetahui kesalahannya. Bahkan beliau berbicara dengan suara yang sangat pelan dan berjingkat saat berjalan, agar tidak ada anggota keluarganya yang terbangun.
Atau jika memang mendatanginya berat, kirimilah surat sebagaimana yang imam Malik ibn Anas lakukan.
Lagi-lagi ini demi menjaga wibawa dan persaudaraan.
يقول إمامنا الشافعي:
تعمّدني بنُصحك في انفرادي - وجنّبني النصيحة في الجماعة
فإن النصح ببن الناس نوع - من التوبيخ لا أرض استماعة
وإن خالفتني وعصيت قولي - فلا تجزع إذا لم تعط طاعة
Imam syafii pernah berkata,
Nasehati aku kala sendiri, jangan dikala ramai dan banyak saksi.
Sebab nasehat ditengah khalayak terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak.
Maka maafkan jika hatiku berontak.
~Fay
Related Posts
There is no other posts in this category.
Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "Saling Menasehati"
Posting Komentar