Kitab Bidayatul Hidayah merupakan kitab yang
kompatibel dengan namanya. Sebuah kitab yang dinilai oleh para ulama sebagai
obor yang menerangi jalan bagi musafir yang tersesat, sumber mata air tawar
bagi orang-orang yang kehausan. Terpancar dari setiap kalimat-kalimat yang
penulis kitab goreskan menjadi sumur-sumur kebaikan. Curah hujan hikmahnya membasahi
setiap lembah-lembah yang kering.
Bagaimana tidak? Pelukis setiap lembaran-lembarannya
adalah Sang Hujjah al-Islam, Abu Hamid al-Ghazali, dengan nama lengkap
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali ath-Thusi.
Imam adz-Dzahabi berkata di Kitab Sair A’lam
an-Nubala: Abu hamid itu seorang imam para fukaha dan pengurus umat secara
mutlak—sampai segitunya beliau memuji Imam Ghazali, seorang mujtahid ulung di
zamannya, mata air (ilmu yang dimana para ulama meminum air di sana), seorang
piawai dalam urusan mazhab, ushul, khilaf, perdebatan dan mantik. Ia
mendalami pembahasan hikmah dan filsafat, memahami teori-teori mereka—yang sebagian
ada yang beliau pertentangkan. Ia adalah seorang yang cerdas, kuat ingatan, memiliki
pemikiran yang tajam, dan kedalaman makna perkataan
Di dalam Kitab Bidayah al-Hidayah, membahas beberapa pembahasan
menarik yang patut kita dalami. Diantaranya, penjelasan tentang adab-adab yang
seharusnya kita lakukan di aktivitas kita sehari-hari, mulai dari bangun tidur,
wudu, tayamum, dan seterusnya hingga tidur kembali. Juga, terdapat pembahasan
akidah seperti ilahiyyat, nubuwwat, dan sam’iyyat.
Kali ini, kita tidak membahas pembahasan yang berat
seperti akidah dan beberapa bantahan beliau terhadap para filsuf. Kita hanya
membahas salah satu bab dari bab-bab qism awwal yaitu bab adab dukhul khala’
Etika masuk kamar mandi
Jika
kita ingin memasuki kamar mandi untuk melaksanakan hajat, seyogyanya kita
mendahulukan kaki kiri ketimbang kaki kanan, dan sebaliknya, kita mendahulukan
kaki kiri ketika keluar daripada kaki kanan. Ketika kita
masuk kamar mandi, jangan pernah menyebut
atau membawa sesuatu yang memliki lafaz Allah dan juga nama-nama rasul-Nya.
Jangan pula memasuki kamar mandi
dengan bertelanjang kepala—dalam arti tidak memakai tutup kepala (peci).
Mengapa demikian? Alasan pertama adalah untuk membedakan antara jin dan juga
manusia. Alasan kedua untuk mencegah bau pada rambut.
Disunnahkan ketika memasuki kamar mandi kita berdoa:
"باسم اللهو أعوذ بالله من الرجس النجس الخبيث المخبث الشيطان
الرجيم."
“Dengan nama-Mu Ya Allah, aku berlindung
dari najis yang buruk,
dan kotor yaitu setan yang terkutuk.”
Dan disunnahkan ketika keluar membaca:
"غفرانك الحمد لله الذي أذهب عني ما يؤذيني, وأبقى علي ما
ينفعني."
“Kami meminta ampun kepada-Mu. Segala puji
bagi Engkau yang telah menghilangkan sesuatu yang mengotorkan kami dan
mengekalkan apa yang bermanfaat bagi kami.”
Sepatutnya pula kita menyiapkan sandal sebelum
memasuki kamar mandi—agar kaki tidak terkena najis. Kita juga tidak boleh
memakai air yang ada disekitaran tempat buang hajat untuk beristinja.
Disunnahkan pula agar kita ber-istibra’ ketika selepas buang air kecil
dengan cara berdehem dan batuk tiga kali lalu membersihkannya dengan tangan pada bagian
bawah kemaluan kita.
Apabila kita di padang pasir, maka kita dianjurkan
untuk menjauhi kerumunan atau tempat yang menjadi titik ramai perkumpulan—ya,
masa kita buang hajat di depan orang ramai. Kita juga dianjurkan mencari
sesuatu untuk menutupi kita, ketika sedang buang hajat. Jangan pula, kita
membuka aurat sampai kita tiba di kamar mandi (atau tempat yang tertutup).
Jangan pula, kita buang hajat sambil menghadap matahari atau membelakanginya.
Jangan pula, kita menghadap kiblat dan membelakanginya. Jangan pula, kita duduk
(buang hajat) di tempat manusia berbicara dan juga dibelakangnya. Jangan pula
di bawah pohon berbuah. Jangan pula di lubang (binatang seperti ular, belut dan
semacamnya).
Ada beberapa yang perlu kita perhatikan dalam
beristinja. Pertama, hati-hati terhadap tanah yang kering. Kedua, arah angin, agar
tercegah dari cipratan air seni.
Dianjurkan ketika buang hajat untuk menduduki kaki
kiri. Jangan buang air kecil dengan berdiri kecuali dalam keadaan darurat.
Dianjurkan pula, menggabungkan penggunaan istinja dengan batu dan air dan
apabila ingin meringkas (memakai salah satunya) maka air itu lebih afdal.
Apabila ingin meringkas, boleh menggunakan tiga buah
batu yang suci—walaupun air lebih utama, batu yang dapat meyeka kotoran, dan
dapat menghapusnya dari tempat kotoran tersebut.
Apabila tidak bersih dengan menggunakan tiga batu,
maka gunakanlah lima batu, tujuh, dan seterusnya. Dianjurkan membersihkannya
dengan jumlah yang ganjil. Karena ganjil itu sunnah dan bersih itu wajib.
Jangan berisntinja kecuali dengan tangan kiri.
Disunnahkan ketika selesai dari beristinja membaca:
"اللهم طهر قلبي من النفاق, وحصن فرجي من الفواحش."
“Ya Allah sucikanlah hatiku dari penyakit munafik dan
bersihkan kemaluanku dari kotoran-kotoran.”
Terakhir, gosokkan tangan setelah selesai beristinja
ke tanah atau dinding kemudian cuci.
Supported by:
Related Posts

Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "Bab Adab Dukhul al-Khala; Etika Kita Ketika Masuk Kamar Mandi"
Posting Komentar