Oleh: M. Rizkyllah Syaputra

Kitab Bidayatul Hidayah merupakan kitab yang kompatibel dengan namanya. Sebuah kitab yang dinilai oleh para ulama sebagai obor yang menerangi jalan bagi musafir yang tersesat, sumber mata air tawar bagi orang-orang yang kehausan. Terpancar dari setiap kalimat-kalimat yang penulis kitab goreskan menjadi sumur-sumur kebaikan. Curah hujan hikmahnya membasahi setiap lembah-lembah yang kering.

Bagaimana tidak? Pelukis setiap lembaran-lembarannya adalah Sang Hujjah al-Islam, Abu Hamid al-Ghazali, dengan nama lengkap Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali ath-Thusi.

Imam adz-Dzahabi berkata di Kitab Sair A’lam an-Nubala: Abu hamid itu seorang imam para fukaha dan pengurus umat secara mutlak—sampai segitunya beliau memuji Imam Ghazali, seorang mujtahid ulung di zamannya, mata air (ilmu yang dimana para ulama meminum air di sana), seorang piawai dalam urusan mazhab, ushul, khilaf, perdebatan dan mantik. Ia mendalami pembahasan hikmah dan filsafat, memahami teori-teori mereka—yang sebagian ada yang beliau pertentangkan. Ia adalah seorang yang cerdas, kuat ingatan, memiliki pemikiran yang tajam, dan kedalaman makna perkataan


Di dalam Kitab Bidayah al-Hidayah, membahas beberapa pembahasan menarik yang patut kita dalami. Diantaranya, penjelasan tentang adab-adab yang seharusnya kita lakukan di aktivitas kita sehari-hari, mulai dari bangun tidur, wudu, tayamum, dan seterusnya hingga tidur kembali. Juga, terdapat pembahasan akidah seperti ilahiyyat, nubuwwat, dan sam’iyyat.

Kali ini, kita tidak membahas pembahasan yang berat seperti akidah dan beberapa bantahan beliau terhadap para filsuf. Kita hanya membahas salah satu bab dari bab-bab qism awwal yaitu bab adab dukhul khala’

Etika masuk kamar mandi

Jika kita ingin memasuki kamar mandi untuk melaksanakan hajat, seyogyanya kita mendahulukan kaki kiri ketimbang kaki kanan, dan sebaliknya, kita mendahulukan kaki kiri ketika keluar daripada kaki kanan. Ketika kita masuk kamar mandi, jangan pernah menyebut atau membawa sesuatu yang memliki lafaz Allah dan juga nama-nama rasul-Nya. Jangan pula memasuki kamar mandi dengan bertelanjang kepala—dalam arti tidak memakai tutup kepala (peci). Mengapa demikian? Alasan pertama adalah untuk membedakan antara jin dan juga manusia. Alasan kedua untuk mencegah bau pada rambut.

Disunnahkan ketika memasuki kamar mandi kita berdoa:

"باسم اللهو أعوذ بالله من الرجس النجس الخبيث المخبث الشيطان الرجيم."

“Dengan nama-Mu Ya Allah, aku berlindung dari najis yang buruk, dan kotor yaitu setan yang terkutuk.”

Dan disunnahkan ketika keluar membaca:

"غفرانك الحمد لله الذي أذهب عني ما يؤذيني, وأبقى علي ما ينفعني."

“Kami meminta ampun kepada-Mu. Segala puji bagi Engkau yang telah menghilangkan sesuatu yang mengotorkan kami dan mengekalkan apa yang bermanfaat bagi kami.”

Sepatutnya pula kita menyiapkan sandal sebelum memasuki kamar mandi—agar kaki tidak terkena najis. Kita juga tidak boleh memakai air yang ada disekitaran tempat buang hajat untuk beristinja. Disunnahkan pula agar kita ber-istibra’ ketika selepas buang air kecil dengan cara berdehem dan batuk tiga kali lalu membersihkannya dengan tangan pada bagian bawah kemaluan kita.

Apabila kita di padang pasir, maka kita dianjurkan untuk menjauhi kerumunan atau tempat yang menjadi titik ramai perkumpulan—ya, masa kita buang hajat di depan orang ramai. Kita juga dianjurkan mencari sesuatu untuk menutupi kita, ketika sedang buang hajat. Jangan pula, kita membuka aurat sampai kita tiba di kamar mandi (atau tempat yang tertutup). Jangan pula, kita buang hajat sambil menghadap matahari atau membelakanginya. Jangan pula, kita menghadap kiblat dan membelakanginya. Jangan pula, kita duduk (buang hajat) di tempat manusia berbicara dan juga dibelakangnya. Jangan pula di bawah pohon berbuah. Jangan pula di lubang (binatang seperti ular, belut dan semacamnya).

Ada beberapa yang perlu kita perhatikan dalam beristinja. Pertama, hati-hati terhadap tanah yang kering. Kedua, arah angin, agar tercegah dari cipratan air seni.

Dianjurkan ketika buang hajat untuk menduduki kaki kiri. Jangan buang air kecil dengan berdiri kecuali dalam keadaan darurat. Dianjurkan pula, menggabungkan penggunaan istinja dengan batu dan air dan apabila ingin meringkas (memakai salah satunya) maka air itu lebih afdal.

Apabila ingin meringkas, boleh menggunakan tiga buah batu yang suci—walaupun air lebih utama, batu yang dapat meyeka kotoran, dan dapat menghapusnya dari tempat kotoran tersebut.

Apabila tidak bersih dengan menggunakan tiga batu, maka gunakanlah lima batu, tujuh, dan seterusnya. Dianjurkan membersihkannya dengan jumlah yang ganjil. Karena ganjil itu sunnah dan bersih itu wajib.  

Jangan berisntinja kecuali dengan tangan kiri.

Disunnahkan ketika selesai dari beristinja membaca:

"اللهم طهر قلبي من النفاق, وحصن فرجي من الفواحش."

Ya Allah sucikanlah hatiku dari penyakit munafik dan bersihkan kemaluanku dari kotoran-kotoran.”

Terakhir, gosokkan tangan setelah selesai beristinja ke tanah atau dinding kemudian cuci.


Supported by:


Related Posts

Ikatan Keluarga Abiturien Attaqwa Mesir
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Subscribe Our Newsletter

    Belum ada Komentar untuk "Bab Adab Dukhul al-Khala; Etika Kita Ketika Masuk Kamar Mandi"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel