Oleh : Hamzah Fansuri Azhar.
الحمد لله الذي علّم بالقلم، علّم الأنسان ما لم يعلم، والصلاة والسلام على سيّد الأنام محمد–صلى الله عليه وسلم—وعلى آله وصحبه أهل الصدق والكرام، أما بعد.
Di tengah musim dingin dan setelah pelaksanaan ujian termin 1 Universitas al-Azhar Kairo berakhir, anggota IKAA Mesir kembali menjalankan rutinitas hari jum’at pagi yaitu Majma Attaqwa. Kitab-kitab yang dibahas adalah kitab Imta’ An-najib fi syarh matn ghoyat At-taqrib li al-Qodhi Abi Syuja’, karya Syekh Hisyam Kamil Hamid Musa As-syafi’i Al-azhary dan kitab Bidayah Al-Hidayh karya Hujjatul Islam Al-Imam Ghozali.
Majma dimulai pada pukul 9:30 Clt., dihadiri sekitar 30-an anggota IKAA Mesir, diampu oleh Ust. Abdul Fahmi Lc., senior IKAA Mesir, dan dilaksanakan di Sekretariat IKAA Mesir, Bawwabat 2, Hayy A’syir, Cairo.
Pada kesempatan kali ini, kami akan memaparkan apa yang telah dibahas oleh Ust. Abdul Fahmi dari kitab Imta’ An-najib tentang syaraaith shihhah as-shalat (syarat-syarat sahnya sholat).
شرائط صحة الصلاة قبل الدخول فيها خمسة أشياء: طهارة الأعضاء من الحدث والنجس، وستر العورة بلباس طاهر، والوقوف على مكان طاهر، والعلم بدخول الوقت، واستقبال القبلة، ويجوز ترك القبلة في حالتين : في شدة الخوف، وفي النافلة في السفر على الراحلة.
Syarat-syarat sah sholat:
1. Membersihkan anggota tubuh dari hadats dan najis.
قال النبي صلى الله عليه وسلم: "لا يقبل الله تعالى صلاة بغير طهور"، (رواه الخمسة الا البخاري).
Nabi SAW bersabda: “Allah SWT tidak menerima salatnya seseorang tanpa bersuci”. Maka, wajib membersihkan badan kita secara sempurna dari hadats kecil atau besar dan menghilangkan seluruh najis yang menempel pada diri kita sebelum kita melaksanakan sholat.
2. Menutup aurat dengan pakaian yang bersih.
Wajib memakai pakaian yang bersih untuk menutup aurat ketika salat berjamaah maupun sendiri. Adapun batasan untuk aurat:
Laki-laki: anggota badan di antara pusar sampai lutut.
Perempuan: seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Maka, wajib bagi perempuan menutup kakinya. Juga, wajib menutupnya dengan pakaian bersih dan tidak tembus pandang.
Permasalahan: Bagaimana jika aurat terbuka ketika sholat dan ia mampu untuk menutupnya dengan cepat? Syekh Hisyam berkata: “Maksimal 3 detik”, maka sholatnya sah. Jikalau ia tidak mampu menutupnya dengan cepat, maka batal salatnya.
3. Berdiri di tempat yang bersih.
"فقد ثبت أنه –صلى الله عليه وسلم—أمر بصب الماء على المكان الذي تبول فيه الأعرابي في المسجد"، (رواه الخمسة).
“Nabi SAW memerintahkan untuk menuangkan air ke tempat yang pernah orang arab badui buang air kecil didalam masjid tersebut”.
Permasalahan: Bagaimana bila seseorang salat diatas karpet atau sajadah yang didalamnya terdapat najis akan tetapi ia sholat di bagian yang bersih? Sah salatnya. Ataupun jika sejadah suci diletakkan di tempat yang najis juga sah salatnya.
Permasalahan: Bagaimana seandainya setelah salat ia mendapati najis di tempat ia sholat atau di pakaiannya dan ia mengira najis tersebut ada sebelum selesai salatnya? Maka, ia wajib mengulang sholatnya. Adapun, kalau ia mengira najis tersebut ada setelah selesai sholatnya, maka ia tidak harus mengulanginya.
4. Mengetahui masuknya waktu sholat.
Maka, apabila seseorang melaksanakan sholat sebelum waktunya, salat tersebut yang ia laksanakan tidak sah dan wajib mengulanginya.
قال تعالى: "إن الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا." [سورة النساء: 103]
Allah swt berfirman: “Sesungguhnya salat itu fardu yang di tentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” Q.S An-Nisa ayat: 103.
Tahapan dalam mengetahui masuknya waktu sholat: seorang mukallaf (yang wajib melaksanakan kewajiban) mengetahui dengan dirinya sendiri, seperti ia melihat matahari sudah tenggelam (ketika ingin sholat maghrib), datangnya kabar yang tsiqoh (dapat dipercaya) dengan cara melihat jam atau mendengar muazin. dan berijtihad dalam menentukan waktu salat.
5. Menghadap kiblat.
قال تعالى :"وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ”. [سورة البقرة : 114]
Allah SWT berfirman: “Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah muka-mu ke arahnya.” (Q.S.Al-Baqarah: 144). Maksudnya, menghadap kiblat yang dimuliakan secara yakin ketika kita dekat dengannya (Ka’bah) dan dengan prediksi ketika jauh darinya.
Permasalahan: Bagaimana jika ia tidak mampu menghadap kiblat karna ada uzur didalam salat fardu? Maka, ia sholat semampunya dan wajib menggantinya.
Kapan kita dibolehkan tidak menghadap kiblat?
Syarat dari sahnya salat ialah menghadap kiblat. Akan
tetapi, boleh tidak menghadapnya di dalam dua keadaan:
1. Dalam keadaan sangat takut.
[سورة البقرة :239] ."فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا"قال تعالى: .
Allah SWT berfirman: “Jika kamu dalam
keadaan takut (bahaya), maka salatlah dalam keadaan berjalan atau berkendaraan”.
(Q.S.Al-Baqarah: 239).
Maknanya: Apabila kalian dalam keadaan
perang dan tidak mampu untuk menghadapi kiblat karna takut dan selainnya, maka
sholatlah semudah kalian baik berjalan maupun diatas kendaraan.
2. Salat sunah ketika sedang berpergian.
Demikian itu untuk memudahkan orang-orang yang sedang musafir atau bepergian dan
agar salat sunah itu tidak ketinggalan. Juga, disebutkan didalam hadist Nabi
SAW bahwa ketika beliau melaksanakan salat sunnah, beliau melaksanakannya di atas
kudanya menghadap kemana saja (tergantung arah kudanya) dan ketika ingin salat
fardu ia turun dari kudanya dan menghadap ke arah kiblat [riwayat Bukhari].
Permasalahan: Bagaimana apabila seorang
musafir di pertengahan salatnya sampai di daerah tempat tinggalnya? Maka, ia
wajib menghadap kiblat. Karna sebab dibolehkannya menghadap manapun ketika ia salat
itu hilang (yaitu berpergian), maka ia wajib menghadap kiblat. Sekian, walhamdulillah.
Supported by:
Related Posts

Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "Syarat-syarat Sah Salat dalam Kitab Imta’ an-Najib Karangan Syekh Hisyam Kamil al-Azhari"
Posting Komentar