Oleh: Okni Hari Satya Lathif

Dikenal sebagai Istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah Ummul Mukminin ,Shiddiqah binti Shiddiqul Akbar. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, beliau lahir tujuh tahun sebelum hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah. Ibunya bernama Zainab, yang dikenal dengan julukan Ummu Rauman. Ayahnya bernama ‘Abdu al-Ka’bah yang kemudian dirubah Abdullah oleh Rasulullah SAW setelah masuk Islam dan dikenal sebagai Abu Bakar al-Shiddiq oleh umat islam karena beliau adalah orang yang membenarkan peristiwa isra mikraj Rasulullah SAW. Nasab kedua orang tuanya bersambung pada nasab Rasulullah saw. Karena, ayahnya dari keturunan Murrah, yaitu Abu Bakar bin Abi Quhafah bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah. Sedangkan ibunya bagian dari keturunan Kinanah.

Bangsa Arab biasa mengalami cuaca panas di negerinya. Hal tersebut menyebabkan Siti Aisyah menjadi perempuan yang sangat cepat tumbuh dan berkembang. Di lain sisi, sosok beliau yang menonjol, berbakat khusus, dan berpotensi luar biasa dalam mengembangkan kemampuan otak dan pikirannya menjadi persiapan sempurna untuk tumbuh dan berkembang secara dini.

Ketika menginjak usia sembilan hingga sepuluh tahun, Aisyah adalah wanita berkulit putih dan berparas elok dan cantik. Oleh karena itu, ia dikenal dengan julukan Humaira”. Ia juga perempuan yang manis, tubuhnya langsing, matanya besar, rambutnya keriting, dan wajahnya cerah. Namun, seorang anak kecil tetaplah anak kecil. Ia tetap suka bermain-main. Walau masih kecil, Aisyah tumbuh di lingkungan yang mencintai Rasulullah SAW sehingga ia tidak lupa untuk tetap menjaga etika dan adab  sopan santun ajaran Rasulullah SAW di setiap kesempatannya.

Beberapa riwayat menyebut, awal mula pernikahan Aisyah adalah ketika Khaulah binti Hakim menemui Nabi SAW setelah meninggalnya Khadijah RA. Khaulah adalah seorang wanita terpandang dan matang yang sangat mengerti bahwa keluarga Rasulullah SAW membutuhkan sosok wanita yang dapat mengisi kekosongan dan menutup celahnya dengan kelembutan, cinta, dan kasih sayang.

Berkat pengalamannya yang cukup matang, pandangannya yang tajam dan keimanannya yang mendalam, Khaulah dapat memahami kondisi kejiwaan, sosial, dan waktu yang mengitari kehidupan Sang Nabi. Sehingga setelah mempertimbangkan dan berpikir lebih jauh, ia menanyakan kesediaan Rasulullah SAW untuk menikah lagi, dan ia memberikan pendapat untuk memilih antara janda dan gadis. Jika janda, pilihannya adalah Saudah binti Zam'ah bin Qais dan jika gadis, Aisyah binti Abu Bakar. Rasulullah SAW pun menyerahkan urusan ini pada Khaulah. Pada saat Khaulah menemui orang tua Aisyah, mereka terkejut karena Aisyah RA masih termasuk keponakan Rasulullah SAW sendiri. Rasulullah SAW menyampaikan bahwa Aisyah tidak termasuk keponakan yang terlarang untuk dinikahi beliau.

عن عروة أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب عائشة إلى أبي بكر فقال له أبو بكر :إنما أنا أخوك، فقال :أنت أخي في دين الله وكتابه .وهي لي حالل

Dari Urwah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya aku ini saudaramu’. Nabi menjawab, ‘Iya, engkau saudaraku dalam agama Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu halal bagiku’.” (HR. Bukhari). Abu Bakar dan Ummu Ruman pun menyambut gembira setelah menerima lamaran Nabi SAW melalui Khaulah.

Rasulullah SAW pun datang ke rumah Abu Bakar, dan Rasulullah SAW dinikahkan sendiri oleh Abu Bakar dengan putrinya, Aisyah RA. Saat menikah dengan Rasulullah SAW, beberapa riwayat menyatakan siti Aisyah berumur 6 tahun. Hal itu berdasarkan sebuah hadis bahwasannya Aisyah berkata:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9 tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim). Namun, dalam beberapa riwayat ada yang menyatakan umur Siti Aisyah RA tidak kurang dari 12 tahun dan tak lebih dari 15 tahun. Ini dikuatkan dengan riwayat Ibnu Sa’ad yang menerangkan bahwa Siti Aisyah dilamar pada usia 9 tahun dan di-bulanmadu pada usia sudah baligh (15 tahun). Ketika itu, maharnya 400 dirham.

Nabi menikahi Aisyah RA sewaktu masih kanak-kanak memiliki alasan, bukan karena nafsu semata. Melainkan, karna Nabi Muhammad melakukan pernikahan berdasarkan wahyu dan perintah dari Allah subhanahu wa taala, dan menikah usia dini di zaman Rasulullah SAW merupakan suatu urf. Terbukti dengan sebelum Rasulullah SAW melamar Aisyah, Muth’im bin Ady pernah merencanakan agar anaknya dijodohkan dengan Aisyah RA. Selain wahyu, Aisyah RA merupakan orang tercerdas di zamanya sehingga banyak hadis yang telah beliau riwayatkan. Seandainya Nabi tidak menikah dengan Aisyah maka banyak peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Rasul tidak dapat dicatat lagi karena kebanyakan dari istri Nabi adalah wanita yang telah berumur. Bahkan Rasulullah SAW pernah beberapa kali memimpikan Aisyah RA yang sedang memakai cadar dengan kain sutra yang artinya Aisyah RA merupakan orang yang memiliki kedudukan tinggi dan mulia, Rasulullah SAW berkata:

أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ ثَلاَثَ لَيَالٍ جَاءَنِي بِكِ الْمَلَكُ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ فَيَقُولُ هَذِهِ امْرَأَتُكَ ‏.‏ فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكِ فَإِذَا أَنْتِ هِيَ فَأَقُولُ إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ

“Aku diperlihatkan kamu dalam tidur (bermimpi) dua kali. Seseorang membawamu dalam balutan sutera kemudian berkata 'Ini adalah istrimu, bukalah (sutera) itu!' Ternyata itu adalah engkau. Maka, aku katakan 'Kalau ini datangnya dari Allah, maka Dia pasti akan menetapkannya (untukku).” (HR. Bukhari) Dalam keterangan kitab An-Nisa Haula Ar-Rasul disebutkan bahwa yang menuntun Aisyah menuju Nabi SAW di mimpi tersebut adalah Malaikat Jibril As. 

Dikisahkan dari Ummu Fairuz ar-Rahbini, Para istri Rasul terbagi menjadi dua kubu. Yang satu terdiri dari Aisyah, Hafshah; sedangkan kubu satunya lagi terdiri dari Ummu Salamah dan istri-istri beliau yang lain. Umat muslim pada saat itu sadar kalau Aisyah adalah istri favorit Nabi. Maka, bila mereka ingin memberikan hadiah kepada Sang Nabi, mereka menunggu hingga Nabi mengunjungi rumah Aisyah untuk gilirannya. Kubunya Ummu Salamah mendiskusikan masalah ini bersama dan berkeputusan mesti meminta kepada Rasulullah supaya menyuruh umatnya untuk mengirim hadiah mereka ketika Rasulullah juga berada di rumah istri-istrinya yang lain.

Ketika saat gilirannya bersama Nabi, Ummu Salamah pun membicarakan hal tersebut dengan beliau. Namun, beliau tidak memberikan jawaban. Pertanyaan tersebut terus dilontarkan oleh Ummu Salamah. Kemudian Rasulullah SAW menjawab, "Jangan sakiti aku mengenai Aisyah. Sebab firman-firman Allah tidak datang kepadaku di tempat tidur manapun selain tempat tidurnya Aisyah." Ummu Salamah pun berkata, "Aku memohon ampun kepada Allah karena telah menyakitimu."

Lalu, kubu Ummu Salamah memanggil Fatimah binti Rasulullah SAW agar beliau memperlakukan mereka secara adil. Ia pun membicarakan hal ini dengan sang ayah yang mana beliau menjawab, "Wahai putriku! Tidakkah kau mencintai apa yang aku cintai?" Fatimah pun menjawab, iya, dan melaporkan hal tersebut ke istri-istri beliau di kubu Ummu Salamah. Mereka pun meminta supaya Fatimah pergi meminta lagi kepada beliau, namun Fatimah menolak. Lalu mereka mengirimkan Zainab binti Jahsy yang merupakan salah satu istri Nabi dan sepupu beliau. Zainab pun pergi menemui beliau, dengan menggunakan kata-kata yang agak kasar dia berkata, "Istri-istrimu meminta dirimu untuk memperlakukan mereka dan dia (Aisyah) secara setara." Zainab menaikkan suaranya di mukanya.  Rasulullah pun melihat ke hadapan Aisyah RA menunggu apakah dia akan membalasnya atau tidak. Maka, Aisyah RA pun membalas Zainab sampai membuat Zainab terdiam. Yang mana Nabi pun tersenyum dan berkata, "Dia memang benar-benar putri Abu Bakar."

Pernah juga suatu ketika Aisyah RA tumbuh rasa cemburu kepada Rasulullah SAW, ketika beliau sering mendatangi tempat Shafiyyah. Karena, ia termasuk daripada istri tercantik Rasulullah SAW dan juga memiliki banyak madu dari berbagai jenis dan negara. Saat Rasulullah SAW mendatangi rumah Aisyah RA ia berkata, "Wahai, Rasulullah SAW! Demi Tuhan Ibrahim! Bau apa ini di mulutmu?" Rasullullah  SAW pun bertanya, "Bau apa wahai Aisy (panggilan kesayang Rasulullah SAW pada Aisyah RA selain “Humairoh). Aku tidak memakan apapun selain madu dari Shafiyyah." Aisyah RA pun menjawab, "Sungguh baunya tak sedap. Esok, janganlah engkau memakan madu itu lagi wahai Rasulullah SAW!" Kemudian Rasul pun menjawab, "Aku tidak akan memakannya lagi wahai Aisyah". Namun, Allah menegur Nabi SAW dengan menurunkan surah at-Tahrim: ayat 1.

Kemudian, Rasulullah SAW berkata kepada Hafshah, "Wahai Hafsah! Allah telah menurunkan wahyu kepadaku. Jangan engkau katakan kepada Aisyah bahwa aku tidak mengharamkan madu untukku sendiri." Namun hafsah berkata kepada Aisyah, Aisyah pun berdiam diri hingga Rasulullah SAW berkata, "Aku tau wahai Aisyah kapan kamu marah dan kapan kamu tidak marah kepadaku." Aisyah pun menjawab, "Kapan wahai Rasulullah SAW?" Beliau menjawab, "Saat kamu bersumpah menggunakan nama Ibrahim maka kamu sedang marah terhadapku." Kemudian Aisyah pun tertawa.

Pada peristiwa lain, Rasulullah SAW pernah ingin menceraikan Saudah. Namun, Saudah memohon agar beliau tidak menceraikannya dan memberi jatah gilirannya kepada Aisyah RA. Maka, Nabi pun menerima usulan tersebut dan tetap mempertahankan pernikahannya.

Di saat hari-hari terakhir Rasulullah dimana sakitnya semakin serius, beliau meminta supaya dirinya dirawat di rumahnya Aisyah. Sakit yang dialami Nabi Muhammad pun semakin parah. Pada waktu terakhirnya, beliau meminta Aisyah agar memeluk beliau. Beliau pun wafat, dengan Aisyah mengatakan bahwa air liurnya bercampur dengan air liur Sang Nabi.

Aisyah hidup bersama Rasulullah sampai akhir hayat beliau di usia ke-63 tahun, dengan Aisyah berusia 18 tahun pada saat itu. Aisyah tidak lagi menikah setelah itu, dikarenakan haram hukumnya istri-istri Nabi Muhammad untuk dinikahi orang lain setelah wafatnya beliau. Aisyah wafat di rumahnya di Madinah pada tanggal 17 Ramadhan 58 H (16 Juli 678 M). Pada saat itu ia berusia 67 tahun. Sahabat Nabi, Abu Hurairah memimpin penguburannya setelah salat tahajud dan ia dikuburkan di Baqi.

Hikmah

Pertama, salah satu hikmah dari pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah radhiallahu ‘anha adalah menghapus anggapan orang-orang terdahulu menjadikan norma yang berlaku (tapi tidak sahih) di antara mereka, yaitu ketika seseorang sudah bersahabat dekat, maka, status mereka layaknya saudara kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung.

Kedua, di antara semua istri Rasulullah SAW, dialah satu-satunya perempuan yang dinikahi dalam keadan perawan.

Ketiga, Rasulullah SAW wafat saat kepala beliau berada di pangkuan Aisyah. Dan beliau dikebumikan di kamar Aisyah.


Keempat, Allah SWT-lah yang langsung membersihkan namanya. Sehingga, dirinya terbebas dari fitnah keji. Wahyu dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW membuat nama Aisyah bersih dari segala tudingan.



Supported by:


Related Posts

Ikatan Keluarga Abiturien Attaqwa Mesir
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Subscribe Our Newsletter

    Belum ada Komentar untuk "Yang Hadir dalam Mimpi Rasulullah SAW"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel