Oleh: Fayyadh Muchlis

Topik mengenai semua agama benar di mata Tuhan kembali ramai dibicarakan setelah Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Dudung Abdurachman mengingatkan jajarannya untuk tak bersifat fanatik terhadap agama. Menurut Dudung, semua agama sama di mata Tuhan Yang Maha Esa. “Bijaklah dalam bermain sosial media sesuai dengan aturan yang berlaku bagi prajurit, hindari fanatik yang berlebihan terhadap suatu agama. Karena semua agama itu benar di mata Tuhan” ujar Dudung dari keterangan pers Penerangan Kostrad, Selasa (14/9/2021)


Pertanyaan tentang: apakah semua agama sama di sisi Tuhan?, menjadi pertanyaan yang tidak ada habisnya dan sering didebatkan antara pengikut satu agama dengan yang lainnya. Seorang muslim tidak mungkin menyatakan bahwa semua agama sama. Karena Allah menegaskan “sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanya Islam” (QS Ali Imran: 19).


Ini merupakan doktrin internal, karena hakikatnya isi dalam al-Qur’an merupakan kritik bagi agama lain, terutama Yahudi dan Nasrani. Al-Qur’an menggunakan istilah kafiryang merupakan perumpamaan yang paling halusuntuk menyebut orang yang menutup dirinya dari hidayah Allah. Begitu pula orang Nasrani yang menyebut selain pengikut agama nya dengan istilah domba yang tersesat.


Polemik seperti ini mulai bermunculan di era modern. Karena pada zaman Jahiliyah kaum kafir Quraisy saja tidak menganggap agama mereka sama dengan agama Muhammad. Ketika mereka mengajak Nabi Muhammad menyembah tuhan mereka dan mereka menyembah tuhan Nabi Muhammad, turunlah ayat “untukmu agamamu untukku agamaku” (QS Al-Kafirun: 6)




Dengan adanya konsepsi agama, sejatinya untuk membimbing ruh dalam membimbing akal menuju jalan yang benar. Maka dari itu, dalam semua agama dapat ditemukan semua konsepsi ibadah spiritual maupun ajaran untuk berbuat baik. Adapun agama yang dahulu dibawa oleh Nabi Ibrahim, Musa, Daud, dan Isa telah dilengkapi oleh risalah Muhammad SAW. Sehingga keseluruhan ajaran sebelumnya menjadi tidak valid lagi, ditambah banyaknya pendistorsian dan penyelewengan dalam kisah-kisah nabi terdahulu membuat Al-Qur’anyang 2/3 isinya merupakan ceritamenceritakan kembali sejarah kerasulan terdahulu. Bahkan penyebutan nama Nuh (43 kali), Ibrahim (67 kali), Musa (136 kali), dan Isa (25 kali), lebih banyak dari penyebutan nama Muhammad yang hanya 5 kali.


Sebagaimana yang dikutip dari Ustadz Adi Hidayat. Konsepsi beragama dapat diuji dari 3 aspek: Ketuhanan (teologi), Ibadah, dan Muamalah (yang mengatur interaksi sosial). Boleh jadi di aspek yang ketiga semua agama menuju kepada ajaran yang benar, tapi semua agama pasti tidak ada yang sepakat dalam konsep ketuhanan dan ibadah.


Seorang muslim tentu meyakini bahwa konsep ketuhanan dan ibadahnya lah yang paling benar. Begitu pula dengan Yahudi, Nasrani, dan agama lainnya di muka bumi. Agama-agama ini memiliki truth claim yaitu menganggap bahwa agamanya-lah yang paling benar, sedangkan yang lainnya salah. Realitas tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan.


Oleh sebab itu, adanya anggapan bahwa inti permasalahan toleransi umat beragama adalah berasal dari klaim kebenaran sepihak merupakan hal yang keliru. Gagasan pluralisme agama yang menentang adanya truth claim sejatinya adalah ‘kenaifan’ belaka yang dibungkus selubung klaim intelektualitas berkedok gerakan moderasi relasi antar-umat beragama. Karena, sejatinya konsep pluralisme agama itu juga sama-sama memaksakan truth claim bahwasanya paham pluralisme-lah satu-satunya pemahaman keagamaan yang benar, sedangkan pihak yang lain salah karena tidak sesuai dengan keinginan mereka. Sebab, pada kenyataannya orang-orang yang mengaku sebagai pluralis sejati dan merasa dirinya paling toleran, ternyata mereka sendiri sudah tidak bersikap toleran terhadap realitas perbedaan pemahaman keagamaan.



Pada akhirnya, klaim bahwa semua agama itu benar, tidak akan dapat diterima oleh agama manapun. Gagasan pluralisme agama pada dasarnya bertujuan untuk mengikis akidah umat beragama supaya timbul  keraguan terhadap agamanya. Maka, secara tidak langsung paham ini telah mereduksi atau bahkan mengancam eksistensi agama-agama di dunia, yang kemudian akan berubah menjadi suatu “agama baru”; agama pluralisme.


Kalaupun dikatakan bahwa tujuan baik dari gagasan semua agama benar itu untuk toleransi, hakikatnya mereka yang memaksakan gagasan pluralisme terhadap keyakinan umat beragama lah yang telah mencederai toleransi umat beragama yang selama ini sudah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun. Maka dari itu, tidaklah berlebihan jika kita katakan bahwa sebetulnya paham pluralisme agama adalah paham intoleran dan musuh bagi eksistensi keberagaman dan keagamaan. Wallahu a’lam bish Shawab


Supported by:


Related Posts

Ikatan Keluarga Abiturien Attaqwa Mesir
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Subscribe Our Newsletter

    Belum ada Komentar untuk "Apakah Semua Agama Benar?"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel