Oleh: Okni Hari Satya Lathif


بسم الله الرحمن الرحيم

لحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ   أَمَّا بَعْدُ،

Haji wada' (bahasa Arab: حجة الوداع ) atau haji perpisahan dikenal juga dengan nama Haji Balagh (haji penyampaian dakwah Allah). Haji terakhir bagi Rasulullah SAW yang dilaksanakan pada Dzulhijjah 10 Hijriah (632 Masehi). Saat itu, setiap perbuatannya dalam melaksanakan ibadah haji merupakan contoh untuk selama-lamanya bagi muslim di seluruh dunia. Pada bulan Ramadan selama tahun ke-10 setelah Isra Mikraj, Jibril As mengatakan bahwa mereka akan menyempurnakan Al-Quran. Nabi memahami kabar ini sebagai pertanda bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.

 Allah berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 5:

(الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا)

"Pada hari ini telahku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai islam itu jadi agama bagimu."

Surah ini turun saat Rasulullah SAW wukuf di Arafah. Beliau sedang berada di atas untanya. Kemudian unta beliau pun perlahan-lahan duduk. Setelah itu, turun malaikat Jibril As dan berkata: "Wahai Muhammad SAW, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu. Maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah dan apa yang terlarang olehnya. Karena itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini yaitu hari terakhir berjumpa dengan kamu."

Karena hal tersebutlah Rasulullah SAW melaksanakan Haji Wada dan menyeru kepada semua orang untuk bergabung dengannya agar megetahui tata cara ibadah haji yang benar sesuai petunjuknya. Pada haji tersebut terdapat momen yang begitu sakral bagi umat Muslim, karena, Rasulullah SAW memberikan tanda-tanda kepulangannya ke ‘rahmatullah dengan menyampaikan beberapa pesan terakhir dalam khutbahnya di Arafah, di antaranya:

"حديث عمرو بن الأحوص الجُشَمي, أنه سمع النبي ﷺ في حجة الوداع  يقول بعد أن حمد الله تعالى وأثنى عليه وذكر ووعظ، ثم قال: ألا واستوصوا بالنساء خيرا، فإنما هن عوان عندكم ليس تملكون منهن شيئا غير ذلك".

"Dalam Hadis ini Rasulullah SAW menegaskan bahwa sudah seharusnya bagi seorang muslimah untuk bertakwa kepada Allah SWT dan melakukan kebajikan."

Dalam Haji Wada tersebut Rasulullah SAW juga berwasiat :

الحديث: استوصوا بالنساء خيرا فإن المرأة خلقت من ضلع أعوج وإن أعوج ما في الضلع أعلاه.

Hadis tersebut dikhususkan bagi seorang istri yang mana tidak hanya dituntut untuk bertakwa kepada Allah namun juga merealisasikan bentuk suasana yang harmonis dengan keluarganya, yaitu dengan  menjaga privasi milik suami, menghormati suami, memberi rasa pengertian lebih terhadap suami, dan menghargai sekecil apapun dedikasi yang telah diberikan suami terhadap istrinya.

Lantas mengapa bagi seorang muslimah perlu bertakwa kepada Allah?

Dengan cara apa kita bertakwa kepada Allah?

Pada kesimpulannya, sebab terciptanya segala sesuatu karena ada penyebab pertama yaitu Tuhan semesta alam. Sebab tersebutlah yang membuat kita yakin akan adanya Allah SWT. Maka bukti bahwa kita mengakui dan meyakini akan keberadaan Allah adalah dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Bukti kepercayaan dan ketakwaan kepadanya dapat melalui ibadah kita. Tentunya yang paling utama dan pokok melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua larangan-Nya, seperti dengan menjaga semua yang telah Tuhan berikan, menjalankan ibadah, dan sebagainya. Tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, antara lain seperti mencuri, membunuh, mabuk, dan lain sebagainya. Dinobatkan sebagai rabbah al-bait (ratu di rumah suami). Bahkan juga, dikatakan dalam Al-Qur’an jika seorang muslimah salehah merupakan penjaga muruah dan harta suami. Lantas bagaimana seorang istri menjaga muruah dan harta suaminya?

Tidak memperkenankan laki-laki asing untuk masuk ke rumahnya merupakan salah satu langkah menjadi muslimah salehah. Demikian juga tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya ketika suami tidak di rumah (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi). Hadis ini menegaskan larangan istri dalam memasukan tamu ke dalam rumahnya meskipun kerabatnya. Dalam Mausu'ah al-Fiqhiyah (30/125) disebutkan, jika pihak istri yakin bahwa suaminya pasti akan mengizinkan untuk menerima tamu tersebut, maka hal tersebut diizinkan. Demikian kebolehan bagi orang yang telah diberi izin oleh suami untuk bertamu ke rumah istri. Kendati demikian, karena suami telah memberikan hak-hak seorang istri seperti diberi nafkah, dijaga oleh suami, diperlakukan dengan baik, dijaga rahasianya agar tidak di sebar, diajak bermusyawarah dalam berbagai hal, diberi mahar, diberi hak waris, dan lain sebagainya. Maka seorang istri yang salehah sepatutnya selalu memelihara kehormatan dirinya baik disaat suaminya ada di sampingnya ataupun tidak. Karena seorang suami tidak tahu apa yang seorang istri lakukan di belakangnya, karena Allah selalu mengetahui apa yang seorang istri lakukan, karena Allah tidak pernah tidur.

Rumah merupakan tempat kembali dan istimewa untuk suami istri. Tentu, dibutuhkan privasi dan kenyamanan untuk menempatinya. Itulah sebabnya mengapa Islam sangat menghargai dan menghormati tempat tersebut. Sebagai wanita salehah hendaknya menutup aurat, tidak melakukan kegiatan yang di benci suaminya. Rumah dapat didefinisikan juga sebagai aurat bagi suami istri karena rumah merupakan tempat melakukan aktifitas khusus dimana aktifitas tersebut tidak dapat dilakukan di tempat lain. Dikutip dari buku “The Great Episodes of Muhammad SAW” karya Dr Al Buthy, bangunan Kabah telah direhab sebanyak empat kali hingga dengan saat ini. Meski demikian Kabah selalu dibangun dengan komponen yang suci, seperti; pembangunannya dipelopori oleh para pembesar kabilah, menggunakan uang halal, bahkan Rasulullah SAW langsung yang meletakkan hajar aswad sendiri. Sama halnya dengan kabah, seorang muslimah hendaknya membangun rumah tangganya menjadi rumah tangga yang suci dalam arti sakinah mawaddah wa rahmah seperti; menjadikan suami sebagai sahabat until jannah, saling mendukung dan percaya satu sama lain, menghormati satu sama lain, mendoakan satu sama lain, bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini merupakan gambaran bahwa kita telah bangga terhadap hubungan yang kita miliki, quality time untuk selalu memusyawarahkan hal yang terkait masa depan (membuat kegiatan bersama, membagi tugas dalam pekerjaan rumah, juga menyekolahkan anak dan lain sebagainya).

Dalam hal ini, Islam sebagai agama yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi zaman dan tempat sehingga dapat diterima banyak kalangan di mana pun berada. Demikian pula bagi kaum wanita yang merupakan makhluk ciptaan Allah SWT dengan segala keistimewaannya. Hak dan kewajiban seorang istri merupakan sebuah perhatian pada ajaran Islam, konsep tersebut merupakan sebuah keadilan bagi seorang istri dalam kehidupannya. Dengan adanya hak dan kewajiban tersebutlah tercipta keamanan dan keharmonisan hubungan keluarganya dan mencegah timbulnya kezaliman yang menyebabkan keretakan dalam sebuah rumah tangga.

 


Supported by:


Related Posts

There is no other posts in this category.
Ikatan Keluarga Abiturien Attaqwa Mesir
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Subscribe Our Newsletter

    Belum ada Komentar untuk "Khutbah Wada' Rasulullah II; Menghormati Wanita dan Memelihara Keluarga"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel