بسم الله الرحمن الرحيم
لحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ،
Haji wada' (bahasa Arab: حجة الوداع ) atau haji perpisahan dikenal juga dengan nama Haji Balagh (haji penyampaian dakwah Allah). Haji terakhir bagi Rasulullah SAW yang dilaksanakan pada Dzulhijjah 10 Hijriah (632 Masehi). Saat itu, setiap perbuatannya dalam melaksanakan ibadah haji merupakan contoh untuk selama-lamanya bagi muslim di seluruh dunia. Pada bulan Ramadan selama tahun ke-10 setelah Isra Mikraj, Jibril As mengatakan bahwa mereka akan menyempurnakan Al-Quran. Nabi memahami kabar ini sebagai pertanda bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.
Allah
berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 5:
(الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا)
"Pada
hari ini telahku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai islam itu jadi agama bagimu."
Surah
ini turun saat Rasulullah SAW wukuf di
Arafah. Beliau sedang berada di atas untanya. Kemudian
unta beliau pun perlahan-lahan duduk. Setelah itu, turun malaikat Jibril As dan berkata: "Wahai
Muhammad SAW, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu. Maka terputuslah apa yang diperintahkan
oleh Allah dan apa yang terlarang olehnya. Karena itu kamu kumpulkan para
sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini yaitu hari terakhir
berjumpa dengan kamu."
Karena
hal tersebutlah Rasulullah SAW melaksanakan Haji Wada dan menyeru kepada semua
orang untuk bergabung dengannya agar megetahui tata cara ibadah haji yang benar sesuai
petunjuknya. Pada haji
tersebut terdapat
momen yang begitu sakral bagi umat Muslim, karena, Rasulullah SAW memberikan
tanda-tanda kepulangannya ke ‘rahmatullah’ dengan menyampaikan beberapa
pesan terakhir dalam khutbahnya di Arafah,
di antaranya:
"حديث عمرو بن الأحوص
الجُشَمي, أنه سمع النبي ﷺ في حجة الوداع
يقول بعد أن حمد الله تعالى وأثنى عليه وذكر ووعظ، ثم قال: ألا واستوصوا
بالنساء خيرا، فإنما هن عوان عندكم ليس تملكون منهن شيئا غير ذلك".
"Dalam
Hadis ini Rasulullah SAW menegaskan bahwa sudah seharusnya bagi seorang
muslimah untuk bertakwa kepada Allah SWT dan melakukan kebajikan."
Dalam
Haji Wada tersebut Rasulullah SAW juga
berwasiat :
”الحديث: استوصوا
بالنساء خيرا فإن المرأة خلقت من ضلع أعوج وإن أعوج ما في الضلع أعلاه”.
Hadis
tersebut dikhususkan bagi seorang istri yang mana tidak hanya dituntut untuk
bertakwa kepada Allah namun juga merealisasikan bentuk suasana yang harmonis
dengan keluarganya, yaitu dengan menjaga
privasi milik suami, menghormati
suami, memberi rasa pengertian lebih terhadap suami, dan menghargai sekecil
apapun dedikasi yang telah diberikan suami terhadap istrinya.
Lantas
mengapa bagi seorang muslimah perlu bertakwa kepada Allah?
Dengan
cara apa kita bertakwa kepada Allah?
Pada
kesimpulannya, sebab terciptanya segala sesuatu karena ada penyebab
pertama yaitu Tuhan semesta alam. Sebab tersebutlah yang membuat kita
yakin akan adanya Allah SWT. Maka
bukti bahwa kita mengakui dan meyakini akan keberadaan Allah adalah dengan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Bukti kepercayaan dan ketakwaan kepadanya
dapat melalui ibadah kita. Tentunya yang paling utama dan pokok melaksanakan
segala perintah dan menjauhi semua larangan-Nya, seperti dengan menjaga semua
yang telah Tuhan berikan, menjalankan ibadah, dan sebagainya. Tidak
melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, antara lain seperti mencuri,
membunuh, mabuk, dan lain sebagainya. Dinobatkan sebagai rabbah al-bait
(ratu di rumah suami).
Bahkan juga, dikatakan dalam Al-Qur’an jika seorang muslimah salehah merupakan penjaga muruah dan harta suami.
Lantas bagaimana seorang istri menjaga muruah dan harta suaminya?
Tidak
memperkenankan laki-laki asing untuk masuk ke rumahnya merupakan salah satu langkah
menjadi muslimah salehah.
Demikian juga tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya ketika suami
tidak di rumah (HR.
Ibnu Majah dan Tirmidzi). Hadis ini menegaskan larangan istri dalam memasukan
tamu ke dalam rumahnya meskipun kerabatnya. Dalam Mausu'ah al-Fiqhiyah (30/125)
disebutkan, jika pihak istri yakin bahwa suaminya pasti akan mengizinkan untuk
menerima tamu tersebut, maka hal tersebut diizinkan. Demikian kebolehan
bagi orang yang telah diberi izin oleh suami untuk bertamu ke rumah istri.
Kendati demikian, karena suami telah memberikan hak-hak seorang istri seperti
diberi nafkah, dijaga oleh suami, diperlakukan dengan baik, dijaga rahasianya
agar tidak di sebar, diajak bermusyawarah dalam berbagai hal, diberi mahar,
diberi hak waris, dan lain sebagainya. Maka seorang istri yang salehah sepatutnya selalu memelihara
kehormatan dirinya baik disaat suaminya ada di sampingnya ataupun tidak. Karena
seorang suami tidak tahu apa yang seorang istri lakukan di belakangnya, karena Allah selalu mengetahui
apa yang seorang istri lakukan,
karena Allah tidak pernah tidur.
Rumah
merupakan tempat kembali dan istimewa untuk suami istri. Tentu, dibutuhkan privasi dan
kenyamanan untuk menempatinya. Itulah sebabnya mengapa Islam sangat menghargai
dan menghormati tempat tersebut. Sebagai wanita salehah hendaknya menutup aurat, tidak melakukan kegiatan yang
di benci suaminya. Rumah dapat didefinisikan juga sebagai aurat
bagi suami istri karena rumah merupakan tempat melakukan aktifitas khusus
dimana aktifitas tersebut tidak dapat dilakukan di tempat lain. Dikutip dari buku “The
Great Episodes of Muhammad SAW” karya Dr Al Buthy, bangunan Ka’bah telah direhab sebanyak empat
kali hingga dengan saat ini. Meski demikian Ka’bah selalu dibangun dengan komponen
yang suci, seperti; pembangunannya
dipelopori oleh para pembesar kabilah, menggunakan uang halal, bahkan
Rasulullah SAW langsung yang meletakkan hajar aswad sendiri. Sama halnya dengan
ka’bah, seorang
muslimah hendaknya membangun rumah tangganya menjadi rumah tangga yang suci
dalam arti sakinah mawaddah wa rahmah seperti;
menjadikan suami sebagai sahabat until jannah, saling mendukung dan
percaya satu sama lain, menghormati satu sama lain, mendoakan satu sama lain,
bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini merupakan gambaran bahwa kita
telah bangga terhadap hubungan yang kita miliki, quality time untuk
selalu memusyawarahkan
hal yang terkait masa depan (membuat kegiatan bersama, membagi tugas dalam
pekerjaan rumah, juga
menyekolahkan anak dan lain sebagainya).
Dalam
hal ini, Islam sebagai agama yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi zaman
dan tempat sehingga dapat diterima banyak kalangan di mana pun
berada. Demikian pula bagi kaum wanita yang merupakan makhluk ciptaan
Allah SWT dengan segala keistimewaannya. Hak dan kewajiban seorang istri
merupakan sebuah perhatian pada ajaran Islam, konsep tersebut merupakan sebuah
keadilan bagi seorang istri dalam kehidupannya. Dengan adanya hak dan kewajiban
tersebutlah tercipta keamanan dan keharmonisan hubungan keluarganya dan
mencegah timbulnya kezaliman yang menyebabkan keretakan dalam sebuah rumah
tangga.
Supported by:
Related Posts
There is no other posts in this category.
Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "Khutbah Wada' Rasulullah II; Menghormati Wanita dan Memelihara Keluarga"
Posting Komentar