Oleh: Alfan Agung Prabowo

Iradat manusia mempunyai kaitan erat dengan iradat Allah SWT. Di paragraf mendatang saya akan membahas apa itu iradat. Bagaimana kaitannya iradat Allah dan Manusia? Apakah maksiat yang dilakukan manusia itu dikehendaki oleh Allah? Memangnya, apa yang dimaksud dengan iradat? Di dalam Bahasa Arab iradat merupakan bentuk masdar dari kata kerja araada yang memiliki arti keinginan/kehendak. Dapat kita simpulkan bahwa sifat iradat merupakan sifat yang menentukan di antara dua kemungkinan yang berlawana. Secara lebih praktis iradat itu merupakan ikhtiar yang kita gunakan untuk menentukan perbuatan yang akan kita lakukan.

Berbicara tentang sifat iradat bagi Allah SWT. Di dalam ilmu tauhid, sifat iradat bagi Allah SWT merupakan salah satu sifat ma’ani bagi Allah SWT yang memiliki makna sifat tambahan pada zat-Nya Allah SWT yang berdiri pada zat-Nya Allah SWT.

Dalam makna lain, Allah itu mungkin berkehendak dalam segala sesuatu sesuai dengan kehendak Allah SWT. Contohnya, bisa saja Allah memberikan rezeki pada orang itu dan di waktu lain bisa saja Allah mencabut rezeki orang itu. Itu semua atas dasar kehendak Allah SWT. Kalau kita bandingkan sifat iradat bagi Allah SWT dengan sifat iradat bagi makhluk-Nya tentunya berbeda, akan tetapi memiliki hubungan yang erat antara keduanya.

Makna iradat Allah SWT mempunyai dua kaitan dengan iradat makhluk:

1. Sholuhi Qadim artinya kehendak Allah itu mampu menetukan segala sesuatu yang belum terjadi.

2. Tanjizi Qadim artinya kehendak Allah mampu menentukan sesuatu kejadian alam.

Maksud arti dari iradat tersebut, makhluk itu tidak akan ada tanpa kuasanya Allah SWT, dan hakikat dari pada iradat tersebut, Allah tidak mengharapkan suatu yang bermanfaat untuknya.

Allah swt telah berfirman : ((فعال لما يريد)) , maha kuasa Allah terhadap apa yang dikehendaki-nya. (QS. Al-Buruj : 16).

Dapat dijelaskan pada ayat ini di beberapa kitab tafsir bahwa Allah-lah satu-satunya yang jika berkehendak maka tinggal berkata “kun” (jadilah) “fayakun”  (maka terjadilah). Maka dari itu kehendak Allah SWT dengan perbuatan Allah SWT bukan sebuah hal yang berbeda.

Namun, bagaimana kita memahami iradat Allah dengan iradat hamba manusia?

Jika iradat  manusia tidak sesuai dengan iradah Allah, maka tidak akan tercapai iradat manusia. Ada sebuah kaidah dalam memahami hal ini "الله يريد أن تريد فتريد", “Allah menghendakimu berkehendak maka engkau berkehendak”. Jadi, manusia berkehendak karena dikehendaki oleh Allah SWT, maka manusia berkehendak dengan kehendak-Nya karena sesuai dengan kehendak Allah SWT. Oleh karena itu, kehendak manusia sangat berkaitan erat dengan kehendak Allah SWT.

Iradat Allah SWT ialah Allah berkehendak melakukan segala sesuatu dan apa yang Allah SWT kerjakan itu merupakan kehendak atau keinginan Allah SWT. Berbeda dengan manusia, karena manusia menginginkan sesuatu apa yang ia tidak mau lakukan dan terkadang manusia melakukan sesuatu apa yang ia tidak mau.

 Lantas, apakah maksiat yang dilakukan manusia merupakan iradat dari Allah SWT?

Tidak ada satu pun yang terjadi di muka bumi ini kecuali dengan izin Allah SWT. Antara maksiat dan ibadah itu merupakan keinginan manusia, karena pada dasarnya ibadah bukan paksaan dari Allah untuk melakukan ibadah, begitu juga maksiat bukan paksaan Allah untuk seorang hamba berbuat maksiat. Oleh karena itu,  ibadah dan maksiat  merupakan sebuah kehendak dan keinginan dari manusia yang dikehendaki oleh Allah SWT.

Apakah Allah SWT zalim? Tentu tidak sama sekali. Manusia ingin taat beribadah maka Allah kehendaki itu untuk terjadi maka mendapatkan pahala dan begitu pula sebaliknya jika manusia ingin berbuat maksiat maka Allah kehendaki itu untuk terjadi niscaya ia mendapatkan dosa. Ada orang yang ingin berbuat maksiat tapi Allah tidak inginkan terjadi maka tidak terjadi, sebagaimana ada orang yang ingin berbuat taat, tapi Allah tidak inginkan terjadi maka tidak terjadi. 

Antara pahala dan dosa mempunyai 4 bagian, 3 bagian untuk pahala dan 1 bagian untuk dosa:

   1.  Manusia ingin taat namun Allah takdirkan terjadi,          maka Allah berikan pahala.

   2.  Manusia ingin taat tapi tidak terjadi, maka Allah            berikan pahala.

   3.  Manusia ingin maksiat tapi tidak terjadi dilakukan,          maka Allah berikan pahala.

   4.  Manusia ingin berbuat maksiat, namun Allah                  takdirkan untuk terjadi, maka Allah berikan dosa.

Oleh karena itu maksiat dan ta’at merupakan keinginan dari manusia itu sendiri.

Apakah kehendak Allah dan perintah Allah sebuah satu entitas yang sama?

Kehendak Allah dan perintah Allah merupakan dua hal yang berbeda. Dikarenakan perintah merupakan sebuah permintaan untuk melakukan sesuatu, berbeda dengan sebuah kehendak. Saya akan berikan contoh mudah:

   1.  Allah SWT berkehendak bahwa Abu lahab kafir tapi Allah tidak memerintahkan bahwa Abu-lahab untuk kafir.

   2.  Allah SWT memerintahkan Abu-Bakar untuk beriman dan Allah juga menghendaki bahwa Abu-Bakar untuk beriman.

   3.  Allah SWT memerintahkan  Abu Jahal beriman tapi Allah tidak berkehendak bahwa Abu Jahal untuk beriman.

   4.  Allah SWT tidak berkehendak bahwa seluruh para nabi itu kafir dan Allah tidak memerintahkan seluruh nabi itu kafir.

Dari contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa perintah dan kehendak Allah SWT merupakan hal yang berbeda. Tidak semua hal yang terjadi dikehidupan ini yang Allah kehendaki tersebut dan Allah juga memerintahkannya. seperti hal-nya perbuatan Zina, apakah Zina merupakan kehendak daan perintah Allah SWT? Tentunya tidak, karena Zina termaksud Allah menghendaki tapi Allah tidak memerintahkannya.

 

 

 

 

Related Posts

Ikatan Keluarga Abiturien Attaqwa Mesir
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Subscribe Our Newsletter

    Belum ada Komentar untuk "Antara Iradat Allah dan Iradat Manusia"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel