B. Berkeley (1685-1753)
1. Biografi
George
Berkeley adalah orang kelahiran Irlandia. Ia hidup sampai paruh pertama abad
ke-18. Ia lahir pada tanggal 12 Maret 1685 di Dysert Castle, Irlandia. Berkeley
juga belajar di Kilkenny School dan Tinity College dan dipandang sebagai
seorang mahasiswa yang brilian, sehingga dalam usia muda dia sudah memberi
kuliah dalam Bahasa Yunani di Trinity Collage. Sebagai seorang kristiani, ia
memimpikan pertobatan orang-orang Indian di Amerika dan ingin mendirikan sebuah
kolese di kepulauan Bermuda. Pada tahun 1729 ia sungguh-sungguh ke sana untuk
mewujudkan impiannya, tapi kekurangan dana. Tahun 1731, dia kembali ke Inggris
dan tiga tahun kemudian dia diangkat menjadi Uskup Cloyne. Pada tahun 1752, dia
melanjutkan studi lagi ke Universitas Oxforf. Dia meninggal pada hari Minggu
sore pada tanggal 14 Januari 1753 persis ketika istrinya membaca keras-keras “Surat
Pertama Rasul Paulus” kepada Umat di Korintus.
2. Kritik atas Locke
Meskipun
sangat kental dipengaruhi Locke, Berkeley mengkritik pengandaian-pengandaian Locke.
Dia menolak adanya ide-ide asbstrak yang ditarik dari objek-objek konkret.
Misalnya, idea lingkaran disimpulkan dari lingkaran-lingkaran konkret. Menurut
Berkeley kalua yang diacu oleh Locke sebagai lingkaran bukanlah lingkaran
sebagai objek di luar kesdaran manusia, melainkan adalah ide lingkaran itu
sendiri.
Perbedaan
simpelnya seperti ini, Locke membedakan antara ide dan pengalaman. Pengalaman
dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari objek, sedangkan ide adalah
pengalaman yang dicerna oleh subjek. Sementara Berkeley tidak menyetujui
perbedaan itu, ia bilang bahwa pengalaman dan idea itu satu dan sama.
Pengalaman menurut Locke dimaknai sebagai pengalaman inderawi sedangkan menurut
Berkeley dipahami sebagai pengalaman bathiniah.
3. Esse est percipi (tak
adanya dunia material)
Berbeda
dari Locke, Berkeley tidak percaya akan adanya ide-ide di luar pikiran kita.
Menurut Berkeley, suatu objek ada, maka objek itu dapat dipersepsi oleh pikiran
kita. Segala pandangan metafisik tentang adanya kenyataan-kenyataan yang tidak
dapat dipersepsi oleh pikiran kita adalah omong kosong. Terkenal ucapan
Berkeley, “Being is being perceived”. Arti lebih jauh dari ucapan ini
adalah adanya dunia material sama saja dengan ide-ide kita sendiri. Jadi,
sebetulnya dunia material yang di luar kesadaran dan substansi material itu
tidak ada, yang ada hanyalah penangkapan persepsi manusia
C. David Hume (1711-1776)
1. Biografi
Hume
lahir di Edinburgh, Skotlandia pada 26 April 1711. Anak bungsu dalam keluarga
yang baik tetapi tidak kaya. Ayahnya meninggal ketika Hume masih kecil, dan ia
dibesarkan oleh ibunya di perkebunan keluarga Ninewells, dekat Berwick. Hume
adalah seorang murid yang sukses, dan sebagai anak muda, ia memiliki perhatian
yang tinggi terhadap sastra dan filsafat.
Tahun
1723 ia masuk Universitas Edinburgh di studi hukum sesuai keinginan ibunya. Selama
tiga tahun studi hukum, dia membangun pandangan filsafatnya. Pada musim gugur
tahun 1729, dia mengalami gangguan kejiwaan parah selama 5 tahun. Hal ini
disebabkan karena dia mengalami perasaan puas, karena pertama kali dia
membantai raksasa segala ilmu pengetahuan, yaitu filsafat dan teologi. Padahal
umurnya masih relatif muda. Karena kejadian ini, dia memutuskan mundur dari
dunia filsafat, akan tetapi kemudian justru dia mengambil keputusan untuk pergi
ke Prancis. Pada usia 23 tahun, ia pergi ke La Fleche, tempat perguruan Jesuit
Descrates dulu untuk upaya penyembuhan dari penyakitnya.
Antara tahun 1752-1757, Hume mengabdi sebagai
petugas perpustakaan di Faculty of Advocates di Edinburg. Setelah
mendapatkan sumber-sumber dari perpustakaan ini, Hume menulis tentang sejarah
Inggris. Karya ini tidak hanya panjang, tetapi juga kontroversial.
Bagaimanapun, sebagai akibatnya, semua tulisan Hume menjadi lebih dikenal dan
karya-karya itu mendapat pujian luas dari beberapa kalangan. Pujian tersebut
terutama datang dari kalangan intelektual Perancis. Saat Hume pergi ke sana
pada tahun 1763 sebagai Sekretaris Duta Besar Inggris, ia menerima sambutan
hangat. Ia kembali ke London di tahun 1766 bersama Rousseau. Setelah mengabdi
selama tiga tahun di Undersecretary of State, Hume pensiun di Edinburg
dan meninggal di sana tahun 1776.
2. Pemikiran David Hume
Skeptisme mendasar dalam pikiran Hume
menentang terhadap tiga pemikiran sebelumnya. Hume melawan ajaran-ajaran
rasionalis tentang ide-ide bawaan. Selanjutnya menyerang pemikiran religius,
entah dari katolik, Anglikan, maupun Penganut Deisme. Terakhir serangan pada
empirisme sendiri yang masih percaya pada substansi.
Hume mengungkap karya-karya Francis
Hutcheson, seorang filsuf moral dari Skotlandia di Universitas Glasgow[1],
yang berpendapat bahwa prinsip moral tidak berdasarkan kitab injil, seperti
dikatakan penganut kristiani, juga tidak berdasarkan akal pikiran, seperti
pendapat Plato dan Socrates. Keyakinan Moral Menurut Hutcheson[2]
terdapat pada perasaan kita, sentimen setuju atau tidak setuju kita.
3.
Efek inderawi dan idea
Dalam hal ini, Hume
sepemikiran dengan Locke, bahwa faktor yang menyusun epistimologi manusia yaitu
kesadaran yang diterima akal manusia. Dan tanpa adanya akal, tidak ada efek apapun
yang diciptakan. Sebab ini hume membagi kesadaran menjadi dua: pertama,
kesadaran inderawi, kedua kesadaran ide. Sebetulnya keduanya sama saja,
hanya saja yang membedakan tingkatan kekuatannya yang dapat mempengaruhi
logika. Jelas, efek inderawi jauh lebih berpengaruh dibandingkan ide, sebab
pengalaman inderawi mendahulukan idea.
Namun Hume membedakan antara ide memori (ingatan) dan ide imajinasi. Ia
bilang bahwa ide memori lebih kuat dibandingkan ide imajinasi, sebab ia adalah
ilustrasi langsung untuk kesadaran manusia. Juga ia dapat menyimpan ilustrasi
dan gambar asli yang kita tangkap. Adapun ide imajinasi bisa jadi dapat
berubah-ubah.
4. Etika
Dalam permasalahan etika, Hume senada dengan Locke yang mengatakan bahwa
stimulus dasar etika manusia itu dari kenikmatan dan kesengsaraan. Sebab
keduanyalah manusia dapat membedakan hal baik dan buruk. Keduanya bersumber
dari hawa nafsu dan keinginan manusia.
Kemudian hal yang mempengaruhi perbuatan manusia itu bergantung pada
perasaan dan emosional. Ia membagi perasaan menjadi dua bagian, yaitu perasaan
halus dan kasar. Yang pertama meliputi keindahan dan keburukan, sedangkan yang
kedua, meliputi kebahagiaan dan kesedihan. Selama semua perbuatan manusia
adalah hasil yang bersumber dari perasaan maka logika dianggap tidak dapat
menghukumi sebuah etika. Ia menyebutnya juga dengan potensi khusus pada diri
manusia.
5.
Hukum Kausalitas
Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih
memberi keyakinan dibanding kesimpulan logika atau kemestian sebab-akibat.
Sebab akibat hanya hubungan yang saling berurutan saja dan secara konstan
terjadi. Seperti api membuat air mendidih. Padahal dalam api tidak dapat
diamati adanya daya aktif yang mendidihkan air. Jadi daya aktif yang disebut
hukum kausalitas itu bukanlah yang dapat diamati. Bukan hal yang dapat dilihat
dengan mata sebagai benda yang berada dalam air yang direbus. Dengan demikian
kausalitas tidak bisa digunakan untuk menetapkan peristiwa yang akan datang
berdasarkan peristiwa yang terdahulu.
Menurut Hume, pengalamanlah yang memberi
informasi yang langsung dan pasti terhadap objek yang diamati sesuai waktu dan
tempat. Roti yang telah saya makan, kata Hume, mengenyangkan saya, artinya
bahwa tubuh dengan adanya komponen roti ini dan pada waktu itu memiliki rahasia
kekuatan untuk mengenyangkan. Namun, roti tersebut belum tentu bisa menjadi
jaminan yang pasti pada waktu yang akan dating; karena roti itu unsurnya telah
berubah semisal karena tercemar dan kena polusi dan situasi pun tidak sama lagi
dengan memakan roti yang pertama. Jadi, pengalaman adalah sumber informasi
bahwa roti itu mengenyangkan, untuk selanjutnya hanya kemungkinan belaka bukan
kepastian.
Permisalan lainnya seperti dalam kasus api
menyala, menyentuh kertas, dan kertas terbakar tak bisa disimpulkan bahwa api
menyebabkan kertas terbakar (propter hoc). Sebab, yang bisa kita ketahui
hanyalah bahwa kertas terbakar sesudah api menyentuhnya (post hoc). Yang
bisa kita amati hanyalah bahwa gejala yang satu menyusul gejala yang lain,
sedangkan kausalitas hanyalah ‘animal faith’ (kepercayaan naif) kita
belaka yang tidak punya sadar.
6. Kritik atas mukjizat
Hume juga mengkritik ajaran tentang mukjizat,
ada 5 argumen yang dilontarkannya:
Pertama: sepanjang sejarah tak ada mukjizat
yang disaksikan langsung secara bersamaan oleh orang-orang cerdas.
Kedua: kecenderungan manusia meyakini
peristiwa-peristiwa luar biasa, tapi kecenderungan macam ini tidak bisa
membuktikan adanya mukjizat.
Ketiga: dalam sejarah, mukjizat hanya terjadi
ketika manusia belum maju dalam ilmu pengetahuan, dan setelah ada kemajuan,
mukjizat justru dipersoalkan. Maka sebetulnya mukjizat hanya diyakini oleh
mereka yang berpikir infantile (kekanakan).
Keempat: agama wahyu mempunyai klaimnya
sendiri atas mukjizatnya masing-masing, maka tidak pernah ada kesepakatan
empiris tentang mukjizat yang benar.
Kelima: semakin ilmiah penelitian historis,
semakin ragulah sejarawan terhadap peristiwa-peristiwa mukjizat.
VIII.
Kesimpulan
Aliran
Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam
dirinya ketika dilahirkan. Paham Empirisme juga memiliki beberapa ciri,
diantaramya:
1. Teori pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai
teori tentang asal pengetahuan yaitu asal usul ide atau konsep. Pada abad
pertengahan, teori ini diringkaskan dalam rumus Nihil Est in Intellectu Quod
Non Prius Feurit in Sensu (Tidak Ada Sesuatu di Dalam Pikiran Kita Selain Didahului
oleh Pengalaman).
2. Menurut rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti
setiap kejadian tertentu mempunyai sebab, beberapa prinsip dasar etika, dan
kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah
kebenaran a priori yang diperoleh keluar intuisi rasional. Akan tetapi,
Empirisme menolak hal demikian; karena tidak ada kemampuan intuisi rasional itu.
Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran-kebenaran yang diperoleh
lewat observasi. Jadi kesimpulan akhirnya, kebenaran adalah a posteriori
(kebenaran yang diperoleh setelah observasi dengan panca indera).
[1] Universitas yang berada di skotlandia, didirikan pada
tahun 1451, dianggap sebagai universitas kuno di Skotland.
[2] Francis Hutcheson adalah seorang filsuf yang lahir di
Irlandia Utara di keluarga Presbiterian Skotlandia. Ia merupakan perwakilan
utama dari teori moral pada era modern awal.
Related Posts

Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "EMPIRISME"
Posting Komentar